Jadwal padat, hujan
terus menerus, malas untuk keluar, ditambah perut lapar sering kita alami. Pada
kondisi seperti itu biasanya orang memilih makanan cepat saji. Salah satu yang biasa
dipilih oleh sebagian besar masyarakat Indonesia adalah mengonsumsi mi instan. Praktis,enak,
dan terjangkau harganya, menjadikan mi instan sebagai salah satu primadona
dalam menu ibu-ibu. Volume produksinya di sini yamg mencapai 14,5 milyar
bungkus pertahun (Food Bussiness Review, 2012) menjadikan Indonesia sebagai
produsen mi instan terbesar kedua setelah Cina.
Mi instan, memang populer. Ditambah
dengan keanekaragaman bumbu masakan daerah yang tersaji dalam tiap bungkus,
menjadi mi instan seakan menjadi pelepas dahaga bagi pecinta kuliner. Namun, dibalik itu semua tersimpan
keraguan akan pengaruh mengonsumsi mi instan bagi kesehatan tubuh. Mi instan
dicurigai mengandung sejumlah zat berbahaya, pemicu obesitas, tekanan darah
tinggi dan kenaikan berat badan. Dalam tulisan ini saya akan mengulas sedikit
tentang mi instan ini.
Setiap bungkus mi instan umumnya
terdiri dari mi kering, bumbu instan, dan minyak. Mi kering terbuat dari tepung
terigu sebagai bahan utamanya. Kemudian ditambahkan dengan bahan-bahan lain
seperti air, garam, minyak, natrium polifosfat (pengemulsi, penstabil dan
pengental), Tartrazin CI 1940 (pewarna), Asam Sitrat (pengatur keasaman), TBHQ
(antioksidan), MSG atau Monosodium Glutamat (penguat rasa dan aroma), Natrium
Benzoat (pengawet), dan bahan tambahan lainnya.
Sedangkan untuk bumbunya terdiri
dari gula, garam, MSG, pewarna, perisa, anti kempal, dan bahan tambahan
lainnya. Proses pembuatan mi kering terbagi menjadi 6 tahap, yaitu mixing (pencampuran), rolling press atau pengepresan adonan (didalamnya termasuk proses
pengeritingan mi), streaming (pengukusan),
frying (penggorengan), cooling (pendinginan), packing (pengemasan), termasuk di
dalamnya terdapat pemberian bumbu dan minyak). Sedangkan bumbu kering proses
pembuatannya hanya 2 tahap saja, yaitu mixing
(pencampuran) dan packing (pengemasan).
Untuk minyak prosesnya dibagi menjadi 4 tahap, yaitu mixing (pencampuran bahan-bahan), pemasakan, cooling (pendinginan), dan packing
(pengemasan).
Gurih dan sedapnya mi instan
memang selalu menggoda. Karena faktor kebiasaan, menu ini bahkan selalu
tersedia untuk berjaga-jaga jika kekurangan bahan makanan. Dalam mengolah dan
mengonsumsi mi instan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. PERHATIKAN KEMASAN MI
Perhatikan tanggal kadaluarsami. Pilih
kemasan yang kuat dan tidak bocor. Bila memungkinkan, remuk sedikit untuk
mengecek kerenyahan mi keringnya.
2. CEK KONDISI FISIK KOMPONEN-KOMPONEN MI
INSTAN
Mi kering : perhatikan kerenyahan mi (mi
yang melempem sebaiknya jangan dikonsumsi),cium bau mi (mi yang bau tengik
jangan dikonsumsi), perhatikan juga ada tidaknya benda asing yang menempel pada
mi.
Bumbu : jangan dikonsumsi bumbu yang sudah
menggumpal meskipun dalam kemasan luar mi belum kadaluarsa.
Minyak : perhatikan bau minyak. Minyak
yang sudah tengik jangan digunakan.
3. AGAR MI TERSAJI LEZAT, PATUHI CARA MEMASAK
YANG TERTERA DALAM KEMASAN MIE
Terjadi perdebatan tentang air rebusan
mi, perlukah turut dikonsumsi. Jika dibuang maka vitamin-vitamin yang
terkandung didalamnya juga ikut berkurang. Apabila dikinsumsi, maka zat aditif
(zat tambahan juga akan ikut masuk kedalam tubuh. Namun lebih baik jika air
rebusan mi dibuang untuk mengurangi zat aditif dari mi kering. Adapun untuk
vitamin-vitamin yang ikut terbuang bisa kita cari dari bahan-bahan lain.
4. KURANGI PENGGUNAAN BUMBU YANG TERDAPAT
DALAM MI INSTAN
Sebagian besar kandungan bumbu adalah
zat aditif. Sehingga untuk mengurangi dampak negatif dari zat tersebut
sebaiknya penggunaanya hanya sebagian saja.
5. TAMBAHKAN TELUR, DAGING, ATAU SAYURAN
Penambahan telur, daging dan sayuran
bisa menambah nutrisi dan menjadikan mi lebih enak.
Mengonsumsi mi instan
memang menghemat waktu dan tenaga. Cukup 5 menit maka mi siap disantap.
Sebaiknya mengonsumsi dilakukan per bungkus dalam interval minimal 1 minggu.
Meskipun zat aditif dalam mi telah sesuai standar yang ditetapkan oleh BPOM.
Namun jika dikonsumsi terus-menerus bisa membahayakan tubuh.
Oleh Salma Ummu Fathimah
Oleh Salma Ummu Fathimah
0 komentar:
Posting Komentar