Minggu, 11 Mei 2014

Orang tua kita seringkali menjadi guru terbaik soal kehidupan. Pasalnya, mereka belajar langsung dari pengalaman. Ini itu telah mereka lalui sehingga beberapa saran pun larangannya menjadi benar adanya.
"Kalau lagi hamil jangan asal minum obat, g baik loh nak!" Itu salah satu cuplikan kalimat yang tha't right!

Di dalam ilmu kesehatan ada isitlah yang disebut teratogenik. Mungkin sebagian kita tak asing dengan kata ini, tapi bisa jadi ada yang baru dengar. Dan istilah ini menjadi sangat penting untuk dikaji, mengingat efeknya yang bisa sangat fatal bagi keberlangsungan hidup seorang anak.

Teratogenik (teratogenesis) berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir).

Efek teratogen dapat terjadi pada kondisi kehamilan disebabkan karena sebagian besar obat dapat menembus plasenta. Bila obat menembus plasenta, maka kemungkinan obat menimbulkan efek samping ke janin akan semakin meningkat. Terjadinya efek samping obat (ESO) tergantung dari :
1. Keadaan genetik ibu dan janin. Pada individu tertentu yang membuat sensitivitas terhadap obat meningkat, sehingga terjadinya ESO juga makin mungkin terjadi.
2. Masa konsumsi obat terkait dengan fase perkembangan janin. Tiap fase dalam perkembangan janin akan memberikan ESO yang berbeda seperti pada tabel berikut.



Pada masa kehamilan juga terdapat kondisi-kondisi tertentu pada tubuh sang ibu, diantaranya :

Peningkatan volume cairan tubuh
Volume darah mencapai 50%, curah jantung meningkat 30%. Pada akhir trimester 1 (1-3 bulan) aliran darah ginjal meningkat 50%, sedangkan pada akhir kehamilan aliran darah ke uterus mencapai 600-700 mL/menit.
Peningkatan tersebut terdistribusi 60% di plasenta, janin, dan cairan amniotik (cairan ketuban), dan 40% di jaringan ibu.

Nah, akibat peningkatan volume cairan tubuh ini, maka kadar puncak obat di serum menurun, terutama obat-obat yang terdistribusi di air sehingga efeknya juga dapat menurun. Selain itu, terjadi pengenceran albumin serum, penurunan ikatan obat-albumin sehingga banyak obat yang berada dalam keadaan bebas, mengakibatkan kecepatan metabolisme obat meningkat, pun obat dapat dengan mudah melewati membran plasenta.

Sedangkan akibat aliran darah ke ginjal yang meningkat, menyebabkan eliminasi obat di ginjal juga meningkat, contohnya penisilin, digoksin, dan lithium.

Berikut kategori obat berdasarkan tingkat teratogenitasnya:


Beberapa kasus Patofarmakologi Kehamilan:
1. Warfarin. Dapat menyebabkan hipoplasia hidung (pembentukan tidak sempurna, gangguan tulang), penurunan berat badan, serta keguguran
2. Sulfonamida. Penggunaan pada minggu terakhir kehamilan dapat menyebabkan bayi kuning (ikterus). Bila mencapai otak maka akan terjadi kernikterus (kerusakan otak).
3. Trimetoprim. Dapat menghambat pembentukan asam folat sehingga tidak terbentuk DNA/RNA, menyebabkan teratogenik.
4. Aminoglikosida. Dapat menyebabkan gangguan pendengaran
5. Tetrasiklin. Dapat menyebabkan gangguan pembentukan tulang dan efek kuning pada gigi.
dll.

PRINSIP PEMAKAIAN OBAT DALAM KEHAMILAN
1. Gunakan hanya jika memang ada indikasi mutlak (jika benar-benar diperlukan)!
2. Jika mungkin, hindari terapi pada trimester I!
3. Pilih obat yang aman (obat lama yang telah terbukti keamanannya). Perhatikan sifat obat dan toksisitas pada janin!
4. Gunakan dosis efektif terendah!
5. Terapi obat yang terdiri dari zat tunggal (perhatikan interaksi obat!)
6. Hindari pemakaian obat bebas!
7. Telusuri adakah faktor genetik toksisitas terhadap obat!

Untuk lebih jelasnya, konsultasikan kondisi anda kepada dokter dan petugas kesehatan lainnya!

Oleh: Rifa'atul Mahmuda




Posted by Unknown On 06.42 No comments

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube