Sobat
travelicious beberapa minggu kemarin saya diizinkan Allah untuk menengok salah
satu kebesaran Allah yaitu gunung Papandayan, gunung yang terletak di kabupaten
Garut, Jawa Barat tepatnya dikecamatan Cisurupan dengan ketinggian 2665 mdpl.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah
hujan rata-rata 3.00 mm/thn, kelembaban udara 70-80 % dan temperatur 10 derajat
C.
Setiap gunung
tentu memiliki keindahannya masing-masing tak terkecuali gunung Papandayan ini.
Yuk kita sedikit bercerita tentang keindahan ke-Maha Kuasaan Allah lewat foto-foto
yang sempat saya abadikan!
Sobat travelicious,
tempat ini namanya mesjid Cisurupan, di sebut juga alun-alun Cisurupan. Biasanya
dijadikan tempat meet point para
pendaki dari berbagai daerah. Tak jarang pula dijadikan tempat tidur atau
istirahat, baik sebelum berangkat ataupun selesai pendakian. Hmmm, mau nyoba
i’tikaf disini?? Siap-siap dengan udaranya dinginnya yaa sobat...
Nah sobat,
foto ini adalah foto yang nunjukkin titik nol pendakian akan dimulai.
Sebelumnya, setiap rombongan yang akan mendaki diantar menggunakan angkutan
sejenis mobil bak terbuka dari mesjid Cisurupan tadi, namun ada juga beberapa
pendaki yang memilih untuk berjalan kaki. Rute pendakian Papandayan itu kaya
gini nih sobat-sobat travelicious:
Misalkan
sobat-sobat pergi dari Bandung (karena kebanyakan sobat-sobat travelicious
SSG-26 yang pusatnya di Bandung, hehe) maka jalurnya akan seperti ini: terminal
Ci Caheum - Terminal Garut - Mesjid Agung Cisurupan - Titik awal pendakian
(relatif) - pondok Saladah (tempat camp) – Tegal Alun – Puncak. Yah kurang
lebih seperti itulah alur perjalanannya (salah-salah dikit atau kurang tepat
mohon maaf yee sobat-sobat).
Selama
perjalanan menuju tempat camp, sobat travelicious bakalan disuguhin sama
keindahan-keindahan gunung Papandayan ini, sampai-sampai temen saya bilang, “Ya
ampun tri, lidah saya ga berhenti bilang Subhanallah,
Subhanallah..”, oh Allah dibandingkan dengan apa yang Engkau ciptakan, saya
benar-benar gaaaa ada seujung kuku-seujung kukunya sama sekali, sama sekali
nol, ga ada apa-apanya. Lalu apa yang harus saya sombongkan???” Benar-benar
jadi ajang evaluasi diri nih sobat-sobat, cobain deh!
Foto yang
sebelah kanan itu, foto pemandangan Pondok Salada dari titik yang lebih tinggi,
keliatan kan hamparan tenda-tenda berjejer dekat satu sama lain semakin membuat
kita lebih menyatu dan lebih akrab dengan orang-orang yang baru kita kenal,
menambah persaudaraan, menjaga ukhuwah. Nah, foto yang yang satunya lagi foto
tenda yang tim saya dirikan, yah kurang lebih seperti inilah gambaran deretan
tenda-tenda dilihat dari jarak dekat, walaupun sebetulnya tenda kami sedikit
menjauh dan mencari tempat yang lebih sepi sehingga tidak melupakan niat awal
mendekatkan diri pada Allah.
Jreng..jreng..jreng..ini
dia spot yang dicari para pendaki, taman Edelweis (Anaphalis javanica)....yes,
of course. Hamparan taman Edelweis ini menambah keindahan gunung
Papandayan. Yuk sobat sebelum kita mellihat keindahan hamparan taman Edelweis
kita coba ulas sekilas pertumbuhan bunga abadi ini.
Bunga Edelweis
merupakan spesies tanaman berbungan endemik yang banyak ditemukan didaerah
pegunungan di Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok. Bunga
penyuka sinar matahari ini penuh ini
dalam ukuran dewasa dapat mencapai tinggi 8 meter. Bunga ini umumnya
terlihat antara bulan April-Agustus.
Satu lagi nih
sobat, spot yang dicari-cari para pendaki yaitu hutan mati, hutan mati ini
terbentuk akibat erupsi Papandayan beberapa tahun lalu (sekitar tahun 2002),
akibat aktivitas vulkanik ini menghanguskan semua vegetasi alam yang ada.
Nah sobat-sobat
gimana udah puas liat foto-fotonya, atau masih kurang?? Hmm..cobain deh
sobat-sobat dateng sendiri, rasakan sendiri kedekatan dengan Sang Maha Pencipta
dari atas gunung, mensyukuri kaki yang masih bisa digunakan untuk berjalan
meski setapak demi setapak, merasakan bagaimana rasanya berlelah-lelah
menjalani hidup, merasakan bagaimana orang-orang tidur dipinggir jalan, di
kolong jembatan, tanpa alas, kurang
nyaman, kedinginan, banyak nyamuk. Baiklah,
Semoga kita tidak terlena dengan
kehidupan dunia, semoga kita digolongkan menjadi hamba-hamba penuh syukur,
pandai menggali hikmah dari setiap keadaan. Semoga suatu saat Allah mengizinkan
kita menginjakkan kaki di gunung-gunung, pantai-pantai ataupun
kekuasaan-kekuasaan Allah lainnya. Allahu Akbar...!
Saya akan menutupnya dengan sebuah petuah (anonim):
“Kita tidak pernah melihat bintang-bintang bergerak, walaupun mereka
bergerak dengan kecepatan lebih dari sejuta kilometer per hari. Kita tidak
pernah melihat pohon tumbuh, atau memperhatikan diri kita yang semakin tua
setiap harinya. Kita bahkan tidak melihat jarum jam bergerak. Kita cenderung
berpikir secara statis lalu terkejut oleh perubahan yang senantiasa terjadi
dialam dunia, dan seringnya kejutan itu tidak mengenakan kita bahkan mematikan.
Coba kita sisihkan waktu sejenak untuk bersyukur atas hal-hal baik dalam hidup
kita, renungkan tentang apa yang telah kita capai, orang-orang yang
memperhatikan kita, pengalaman yang telah kita dapatkan, keahlian dan minat
yang telah dimiliki,apa yang kita percayai, dan hal-hal terindah dalam hidup
kita. Karena hidup dan kesempatan ini hanya datang sekali”.
Oleh : Tri Methaa Meitania
Oleh : Tri Methaa Meitania
Gooo Papandayan....
BalasHapusSering-sering aja kang, jalan-jalan yang beginian. hee...ditunggu ceritanya juga ^_^
BalasHapustu udah ada yg nulisnya :)
Hapus