Minggu, 11 Mei 2014

Sobat travelicious beberapa minggu kemarin saya diizinkan Allah untuk menengok salah satu kebesaran Allah yaitu gunung Papandayan, gunung yang terletak di kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya dikecamatan Cisurupan dengan ketinggian 2665 mdpl. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.00 mm/thn, kelembaban udara 70-80 % dan temperatur 10 derajat C.

Setiap gunung tentu memiliki keindahannya masing-masing tak terkecuali gunung Papandayan ini. Yuk kita sedikit bercerita tentang keindahan ke-Maha Kuasaan Allah lewat foto-foto yang sempat saya abadikan!


Sobat travelicious, tempat ini namanya mesjid Cisurupan, di sebut juga alun-alun Cisurupan. Biasanya dijadikan tempat meet point para pendaki dari berbagai daerah. Tak jarang pula dijadikan tempat tidur atau istirahat, baik sebelum berangkat ataupun selesai pendakian. Hmmm, mau nyoba i’tikaf disini?? Siap-siap dengan udaranya dinginnya yaa sobat...


Nah sobat, foto ini adalah foto yang nunjukkin titik nol pendakian akan dimulai. Sebelumnya, setiap rombongan yang akan mendaki diantar menggunakan angkutan sejenis mobil bak terbuka dari mesjid Cisurupan tadi, namun ada juga beberapa pendaki yang memilih untuk berjalan kaki. Rute pendakian Papandayan itu kaya gini nih sobat-sobat travelicious:

Misalkan sobat-sobat pergi dari Bandung (karena kebanyakan sobat-sobat travelicious SSG-26 yang pusatnya di Bandung, hehe) maka jalurnya akan seperti ini: terminal Ci Caheum - Terminal Garut - Mesjid Agung Cisurupan - Titik awal pendakian (relatif) - pondok Saladah (tempat camp) – Tegal Alun – Puncak. Yah kurang lebih seperti itulah alur perjalanannya (salah-salah dikit atau kurang tepat mohon maaf yee sobat-sobat).





Selama perjalanan menuju tempat camp, sobat travelicious bakalan disuguhin sama keindahan-keindahan gunung Papandayan ini, sampai-sampai temen saya bilang, “Ya ampun tri, lidah saya ga berhenti bilang Subhanallah, Subhanallah..”, oh Allah dibandingkan dengan apa yang Engkau ciptakan, saya benar-benar gaaaa ada seujung kuku-seujung kukunya sama sekali, sama sekali nol, ga ada apa-apanya. Lalu apa yang harus saya sombongkan???” Benar-benar jadi ajang evaluasi diri nih sobat-sobat, cobain deh!

Foto yang sebelah kanan itu, foto pemandangan Pondok Salada dari titik yang lebih tinggi, keliatan kan hamparan tenda-tenda berjejer dekat satu sama lain semakin membuat kita lebih menyatu dan lebih akrab dengan orang-orang yang baru kita kenal, menambah persaudaraan, menjaga ukhuwah. Nah, foto yang yang satunya lagi foto tenda yang tim saya dirikan, yah kurang lebih seperti inilah gambaran deretan tenda-tenda dilihat dari jarak dekat, walaupun sebetulnya tenda kami sedikit menjauh dan mencari tempat yang lebih sepi sehingga tidak melupakan niat awal mendekatkan diri pada Allah.


Jreng..jreng..jreng..ini dia spot yang dicari para pendaki, taman Edelweis (Anaphalis javanica)....yes, of course. Hamparan taman Edelweis ini menambah keindahan gunung Papandayan. Yuk sobat sebelum kita mellihat keindahan hamparan taman Edelweis kita coba ulas sekilas pertumbuhan bunga abadi ini.

Bunga Edelweis merupakan spesies tanaman berbungan endemik yang banyak ditemukan didaerah pegunungan di Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok. Bunga penyuka sinar matahari ini penuh ini  dalam ukuran dewasa dapat mencapai tinggi 8 meter. Bunga ini umumnya terlihat antara bulan April-Agustus.

Satu lagi nih sobat, spot yang dicari-cari para pendaki yaitu hutan mati, hutan mati ini terbentuk akibat erupsi Papandayan beberapa tahun lalu (sekitar tahun 2002), akibat aktivitas vulkanik ini menghanguskan semua vegetasi alam yang ada.




Nah sobat-sobat gimana udah puas liat foto-fotonya, atau masih kurang?? Hmm..cobain deh sobat-sobat dateng sendiri, rasakan sendiri kedekatan dengan Sang Maha Pencipta dari atas gunung, mensyukuri kaki yang masih bisa digunakan untuk berjalan meski setapak demi setapak, merasakan bagaimana rasanya berlelah-lelah menjalani hidup, merasakan bagaimana orang-orang tidur dipinggir jalan, di kolong jembatan, tanpa alas,  kurang nyaman, kedinginan, banyak nyamuk. Baiklah,  Semoga kita tidak terlena dengan kehidupan dunia, semoga kita digolongkan menjadi hamba-hamba penuh syukur, pandai menggali hikmah dari setiap keadaan. Semoga suatu saat Allah mengizinkan kita menginjakkan kaki di gunung-gunung, pantai-pantai ataupun kekuasaan-kekuasaan Allah lainnya. Allahu Akbar...!

Saya akan menutupnya dengan sebuah petuah (anonim):
“Kita tidak pernah melihat bintang-bintang bergerak, walaupun mereka bergerak dengan kecepatan lebih dari sejuta kilometer per hari. Kita tidak pernah melihat pohon tumbuh, atau memperhatikan diri kita yang semakin tua setiap harinya. Kita bahkan tidak melihat jarum jam bergerak. Kita cenderung berpikir secara statis lalu terkejut oleh perubahan yang senantiasa terjadi dialam dunia, dan seringnya kejutan itu tidak mengenakan kita bahkan mematikan. Coba kita sisihkan waktu sejenak untuk bersyukur atas hal-hal baik dalam hidup kita, renungkan tentang apa yang telah kita capai, orang-orang yang memperhatikan kita, pengalaman yang telah kita dapatkan, keahlian dan minat yang telah dimiliki,apa yang kita percayai, dan hal-hal terindah dalam hidup kita. Karena hidup dan kesempatan ini hanya datang sekali”.

Oleh : Tri Methaa Meitania
Posted by Unknown On 01.38 3 comments

3 komentar:

  1. Sering-sering aja kang, jalan-jalan yang beginian. hee...ditunggu ceritanya juga ^_^

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube