Sabtu, 15 Februari 2014

Tak ada yang sia-sia di dunia ini, apalagi menyangkut sesuatu yang baik-baik, pun ketika kita dengan sangat terpaksa untuk menjalaninya, ogah-ogahan, mau kabur saja. Sepakat atau tidak, seringkali ini yang terjadi di hidup. Ah, entah ini hanya hidupku atau hidup kalian juga, sahabat. Maka, mohon izinkanlah saya bercerita tentang kisah ini. Semoga bisa jadi pelajaran buat kita bersama, hikmah yang dipetik sama-sama.

Ditodong buat jadi panitia yang sebenarnya tidak kuharapkan sama sekali, rasa-rasanya membuat hatiku tak terima. "Aku harus fokus! Kuliah is number one! Prioritas datangnya aku di kota ini." Tekadku saat itu. Tak mau lagi terlalu sibuk mengurusi "dunia luar". Malam itu iseng-iseng saja kuikuti rapat. Tapi kenapa aku??? Kenapa musti aku yang ditunjuk? Seketika semua rencanaku untuk beberapa hari ke depan berhamburan, perlu disusun rapi lagi, menyesuaikan yang di atas dan di bawah. Kubayangkan dosen waliku yang pasti berang dengan keadaan ini. "Fokus fa! Fokus!" Terngiang kata-kata beliau.

Tapi, kawan, kuceritakan kepadamu bahwa sungguh, semua itu ada hikmahnya. Inilah mungkin yang dinamakan "takdir Ilahi sedang berlaku". Bukankah semua berjalan atas rencanaNya? kehendakNya? Pun ketika saya memang harus ada di sini, kembali belajar dari orang-orang super yang kontribusinya sungguh besar untuk sesama, walau keterbatasan di sana sini tak membuat mereka berhenti untuk memberi, mengusahakan semua yang mereka bisa, untuk kebaikan. Lantas, saya jadi malu sendiri.

Pagi itu yang rencananya kujadwalkan untuk belajar, tak sempat terealisasi. Pasalnya kewajiban lain menanti, survei lokasi. Awalnya, kabur adalah pilihan yang paling menggiurkan, apalagi tahu kalau yang lain juga tak begitu excited. Ya, bukankah kita punya kesibukan sendiri-sendiri? Kenapa saya sok sekali, menambah kesibukan seperti ini? Yang lain tak begitu peduli, kenapa saya harus?

Maka, jam 6 pagi, seraya menarik nafas panjang berharap segumpal rasa tak rela itu segera lenyap, kulangkahkan kaki menuju tempat berkumpul. Tahu bahwa akhwat yang berangkat hanya berdua, kembali membuat hatiku layu. Maka, kupikir mungkin dhuha akan kembali memekarkannya. Kalau dunia ini tak mendukung, aahh..semoga Allah tetap Ridha dengan apa yang kami lakukan ini, apa yang kami usahakan.
"Nikmati fa...nikmati...! Anggap saja kau sedang refreshing, berjalan-jalan ke tempat baru. Bukankah itu yang kau butuhkan? Kau sukai?" Kubujuk hatiku saat merenung di mesjid kala itu. "Ya, tersenyumlah! Dan tunggu saja, semesta akan ikut tersenyum padamu. Cemberut, tak terima, dan segunung perasaan tak baik itu hanya akan membuatmu mendapat NOL dari yang sudah kau kerjakan, padahal yah, kau sudah mengorbankan yang lain untuk ini. Kau rela? Sudah terpaksa, nihil pula yang kau bawa pulang ke akhirat? Merugilah kau!" Kataku pada diri sendiri. Bersyukur, semangat itu akhirnya muncul lagi satu-satu.

Naik angkot ke jalan yang tak pernah kami jamah bersama, ini mengasyikkan. Sesuatu yang baru lagi kami (saya dan teh Aul) peroleh. Di dalam angkot seorang ibu dengan suka rela menerangkan perihal jalan yang kami tuju, tersenyum manis saat turun lebih dulu. Ibu yang satunya lagi (kami ber 4 di dalam angkot) malah jadi curhat, kami dapat petuah gratis, "Neng, kalau mau ke daerah yang belum dikenal mah musti sering-sering nanya ke orang-orang. Ibu juga begitu (sambil menerawang, semangat sekali tampaknya). Ibu nih yah, 4 bersaudara, kakak dan adik-adik ibu sering protes, mereka kan pada takut kalau keluar-keluar rutenya belum tahu, "Kenapa berani bener jalan-jalan g tahu tempat?" katanya. Yah, ibu bilang saja, "Kan bisa nanya." Malah dengan begitu, ibu tahu jalan-jalan ke sini ke sana. Banyak pengalaman. Jadi neng mah, g usah takut-takut, yang penting intinya g malu untuk bertanya!" Kurang lebih begitu celoteh si ibu yang membuat saya manggut-manggut. Hm, sepertinya memang harus berani mencoba, toh semua hal di dunia ini bermula dari asas coba-coba, lalu tahu, kenal, kemudian menjadi kebiasaan, cinta ^_^

Singkat cerita sampai di lokasi, saya bertemu dengan 2 alumni SSG salah satu sumber ilmu saya hari itu. Teh Rindi dan Teh Ina, dua-duanya angkatan 19. Kami bercerita banyak hal, yang walau singkat, point-pointnya nacep kuat di hati saya, menyadarkan kembali bahwa, "Hai! Kita memang punya kebutuhan pribadi, punya kesibukan seabrek-abrek untuk dikerjakan demi kemajuan diri, tapi...di samping itu, kita tak boleh kehilangan jiwa sosial. Justru, sering memberi manfaat, berbuat untuk orang lain akan membuat hidup kita lebih bahagia ketimbang hanya sibuk memupuk talenta diri sendiri, memakmurkan milik pribadi."

Kau harus tahu sahabat! Teh Ina hanya lulusan SMA, yang entahlah beliau berhasil menyelesaikan jenjang itu atau tidak. "Pendidikan terakhir : SMA." Begitu yang tertulis di papan informasi guru TK Tarbiyatul Akhlaq. Dan teh Rindi, hanya sampai tingkat Tsanawiyah, kelas 2, karena keterbatasan ekonomi yang mengharuskan beliau harus ikhlas tak ikut pendidikan formal layaknya orang lain. Tapi....kau harus tahu juga saudara! Kedua teteh ini adalah contoh pemudi bangsa yang keren! Kau harus lihat dan dengar sendiri ceritanya dari beliau-beliau, bagaimana dari awal mereka membangun TK ini bersama Bunda Yeni (ibu kepala sekolah). Berjuang meski banyak betul kendalanya. Tekad mereka sudah bulat. Membuat madrasah yang tak hanya membina kecerdasan intelektual anak, tapi juga spiritual. Subhanallah...

Tugas mereka bukan cuma ini, mereka punya keluarga, punya suami dan anak. Punya tugas rumah tangga pastinya. Tapi, sempat-sempatnya mereka luangkan waktu untuk "anak orang", mendidik generasi penerus bangsa ini, memberi pengenalan dan pemahaman terhadap agama kita. Jangan tanya soal gaji! Aku pun tak berani menduga, karena memikirkan bahwa di TK ini, tempat yang sekarang, musti disewa 7 juta pertahun, sedang halamannya 2 juta. Bukan harga yang murah kan?

Sempat, ada gonjang-ganjing masalah lokasi mengajar, ada oknum-oknum yang seakan kurang berkenan bila tempatnya digunakan untuk madrasah. "Ini jadi masalah besar waktu itu." Kata Bunda Yeni. "Kami harus pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sempat pula anak-anak di sini saya pindahkan belajar di rumah saya. Untungnya sekarang Alhamdulillah bisa dapat tempat ini, walau memang semi wakaf." Katanya lagi.
"Entah mengapa ada saja sebagian orang di sini seperti kurang pemahamannya tentang pentingnya madrasah, malah saya yang sekarang ngajar ngaji sekitar 70 anak musti di kontrakan juga. Kontrakan itu kecil, jadi, tak mungkin saya ajar semuanya dalam waktu bersamaan, maka saya bagi-bagi jadwalnya. Belum lagi yang kalau hujan, kontrakan itu ya banjir. Ah, kasihan anak-anak itu. Padahal mereka semangat sekali untuk belajar. Waktu itu, pernah hujan deras, guntur menggelegar keras, saya kira mereka tak bakalan datang, tapi ternyata mereka datang, hujan-hujanan dengan jas hujan." Teh Rindi bercerita.

Terlepas dari permasalahan yang ada di wilayah ini, pelajaran hari itu memang terkesan simple saja, mungkin juga orang-orang di sekitar kita sering melakukannya. Tapi, kita seperti kurang memperhatikan, kurang peka. Maka saat ada moment begini, bertemu dengan orang baik lagi, diceritakan tentang kisah mereka yang gigih untuk mewujudkan kebaikan. Membuat aku merasa diingatkan lagi, "Hai! Lihatlah orang-orang ini! Meski tak seberuntung kita yang bisa memperoleh kesempatan dapat pemahaman dari orang-orang pintar di tempat yang namanya kampus, tapi kontribusinya melebihi anak-anak kampus."

Pun kau harus tahu kawan, mengapa mereka punya tekad yang kuat untuk menyelenggarakan tabligh akbar di wilayahnya. Usut punya usut, ternyata karena didorong oleh keprihatinan terhadap ukhuwah yang merenggang di antara warga, pengurus mesjid, dan perangkat kemasyarakatan lainnya. Keprihatinan yang memunculkan usaha yang tak pantang menyerah, meski sekali lagi kendali banyak betul, tak dapat izin di sana sini. Kurang didukung.

Kita sama-sama sadar bukan? Bahwa ukhuwah itu penting sekali untuk dibina. Adalah landasan kokohnya berdirinya suatu kemasyarakatan yang aman, damai, dan tentram. Tapi, seringkali ini menjadi tak penting ketika kita semua sibuk dengan urusan pribadi, seperti tenggelam dalam dunia "aku" saja, ya, diri sendiri. Tak peduli orang lain mau baik atau tidak, tak peduli orang mau keliru atau tidak, tidak peduli orang bisa dapat ilmu atau tidak. Kita seringkali tak peduli sesama.

Dan beruntungnya, kita masih punya orang-orang seperti 2 teteh cantik ini, yang cantik paras dan akhlaknya. Orang-orang yang masih peduli meski yang lain menutup mata, orang-orang yang masih peka meski yang lain tidak merasa, orang-orang yang masih berpikir untuk memajukan meski yang lain enggan menyumbang pikiran, orang-orang yang masih berusaha untuk menyatukan meski yang lain seakan ingin merenggang.

So, untuk menciptakan kebaikan yang menjamur di dunia, yuk sama-sama kita berkenalan dengan orang-orang demikian, berguru tentang banyak hal. biar hidup kita juga tidak melulu tentang kita saja.

Inilah salah satu diantara begitu banyak "buah hikmah" yang kubawa pulang dari survei kemarin. Aha! Ngomong-ngomong soal survei, rasanya ini bukan hanya survei lokasi, tapi juga jadi survei hati, seberapa kerdilnya hati kepunyaanku dibanding hati-hati yang dimiliki oleh orang-orang shalehah pembangun umat seperti mereka.
Hah...intropeksi diri lagi. Terima kasih teteh-teteh cantik!
Eh, tak lupa pula Jazakumullahu khairan katsiran buat oknum-oknum yang membuat saya "terpaksa" untuk nyemplung ke kegiatan ini. Kalian menjadi salah satu perantara pelajaran sampai ke ana. ^_^

dari kiri itu ada anak magang, sy lupa namanya, hehe. trus sampingnya teh Ina (biru batik)
bunda yeni (kerudung ungu), teh nova (biru-biru), teh Rindi (pink),
eh ada teh Raesa juga (yg belum sempat diceritakan dalam cerita kali ini) ^_^


*cerita ini terbit atas izin dari 2 teteh super ini ^_^

Oleh : Rifa'atul Mahmudah
















Posted by Unknown On 19.39 5 comments

5 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. wwaaaaahh...tenyata kang kasdi punya blog juga. Temenan yuuukkk! :D

    BalasHapus
  3. subhannalloh..selalu ada hikmah dibalik kisah..

    BalasHapus
  4. subhanalloh...alloh selalu memberikan yang terbaik buat hamba-NYA

    BalasHapus
  5. Iya Alhamdulillah teh Mei n kang Wisnu, selalu ada hikmah di setiap kejadian ^_^

    BalasHapus

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube