Jumat, 21 Februari 2014

Dari Sabtu sore tanggal 28 September 2013 tepatnya 15.30 sampai Ahad sore di waktu yang sama aku mengikuti kegiatan Pra Diklat SSG(Santri Siap Guna) Darut Tauhid Bandung. Aku bertekad benar-benar akan jadi seorang Miming yang mendobrak banyak dinding-dinding kelemahannya disini. Namun sepertinya belum begitu berhasil. Pekan depan harus lebih berani lagi ya Iming.

Kenapa aku mau ikut SSG?
“Aku sudah tau kegiatan SSG sejak beberapa tahun yang lalu, Uni Meci yang tinggal seasrama denganku mengikuti SSG. Sejak itu aku berniat ikut namun satu dan lain hal terutama tidak kuatnya usahaku menyebabkan aku belum dan belum jadi ikut. Kemudian sejak setahun lalu aku pindah ke kosan Gerlong, aku jadi agak rajin shalat berjemaah di mesjid DT. Mendengarkan ceramah atau kultum Aa Gym terutama setelah shalat Subuh. SSG kembali dibahas, begitu juga dengan program pesantren lainnya yang ada di DT.

Kenpa aku tertariknya SSG bukan yang lain? Hmh, karena SSG adalah program Sabtu-Ahad dan periode Alhamdulillah-nya, Tri Amitie juga ikutan. Jadi menguatkan tekadku, aku juga jadi punya teman bareng ngurus surat keterangan sehat dan mendaftar ke sekretariat SSG.”
waktunya juga tidak terlalu lama, tiga bulan. Sekarang ini program SSG sedang membuka pendaftaran angkatan 26. Aku sangat tergerak ingin ikut. Beberapa kali niatku digoyahkan karena malas dan alasan-alasan tak penting lainnya. Namun kuputuskan bertanya satu hal pada diriku, "Kira-kira kalau sekarang tidak jadi ikut, di masa yang akan datang kau akan menyesal atau tidak?" Tanpa Babibu diriku menjawab, aku (pasti) menyesal. Oke deh, aku bulatkan tekad untuk ikut dan benar-benar serius mengikutinya.

Sesuatu yang kusadari saat melangkahkan kakiku menuju Darul Hajj untuk mengikuti Pra Diklat.
Aku tersentak karena menyadari sesuatu dalam langkah keberangkatanku. Tahun 2008 aku pernah memiliki keinginan dan berencana untuk memenuhi keinginan itu. Aku ingin sebelum aku lulus, di Bandung ini aku mencoba tinggal di asrama Minang, kemudian tinggal di kosan biasa dan terakhir tinggal/mengikuti di pesantren DT. Ya Allah, sebaik-baik rencanaku sungguh jauh lebih indah dan baik rencana-Mu. Beberapa tahun yang lalu aku sudah melupakan keinginan dan rencanaku itu karena aku sudah sangat-sangat nyaman tinggal di asrama. Aku hanya ingin tinggal disana sampai lulus. Lalu perjalanan hidup mengantarkanku ke kosan dan sekarang (calon) santri SSG. Selalu ada hikmah indah dibalik segala kejadian. Alhamdulillah. Terimakasih Allah. Miiiiing, sudah yang kesekian kalinya kau sadari hal ini, oleh karena itu nikmatilah episodemu dengan tetap melakukan yang terbaik dan berhusnuzhan kepada Allah. Aza aza fighting!!!”

Kegiatan dua hari ini banyak hikmahnya.

  1. Aku jadi menambah teman yang jadi saudara seperjuangan Insya Allah ke depannya.
  2. Aku jadi nambah ilmu dan motivasi.
  3. Aku jadi belajar bagi waktu, bahwa ternyata waktu 24jam itu bisa digunakan untuk benyak hal jika kita bisa memenej dan benar-benar disiplin dengan jadwal.
  4. Disiplin. Disiplin. Disiplin.
  5. Aku jadi olahraga lagi. Akhirnyaaaa. Dan seperti kata Pak Pelatih, kegiatan fisik Ahad kemaren jangan dijadikan saatnya berolahraga tapi jadikan keasadaran agar ke depannya tetap olahraga walaupun tidak di SSG.
  6. Mengeluh gak ada gunanya, toh kita sudah hadir. Mengeluh ataupun tidak, kita akan menghabiskan waktu disini. Jadi mau untung apa rugi?
  7. Dan masih banyak hikmah lain. Beberapa point ilmu yang kudapat:


  • H2N (Hadapi, Hayati, Nikmati); Karakter BAKU (Baik dan Kuat) adalah tujuan utamanya, orang baik tapi gak kuat gak bisa berbuat banyak, orang kuat tapi tidak baik akan menghancurkan. So, musti BAKU; 
  • BAL (Benar, Akurat, Lengkap), tiga syarat informasi untuk dijadikan pertimbangan dalam mebuat keputusan; 
  • Kelakuan yang akan membahayakan kita adalah kelakuan kita sendiri, Sedangkan kelakuan orang lain akan ada hisabnya nanti baginya. Amalan baik kita yang akan membawa kita ke syurga. Dan amal buruk kitalah yang akan membawa kita ke neraka; 
  • Apa dzikirmu? Ada orang yang sakaratul maut, saat dituntun untuk mengucapkan kalimat tauhis, kata-kata yang terucap dari lisannya adalah nama binatang atau ada juga yang menyebutkan nama-nama wanita. Na’udzubillah. Ya Allah, Iming takut. Kata-kata apa yang akan Iming ucapkan di akhir hayat saat harusnya kalimat tauhid yang ku ucapkan. Ya, lisan kita akan mengucapkan kata-kata yang mudah baginya. Apa kata-kata yang mudah bagi lisan kita? Adalah kata-kata yang sering diucapkannya. Jadi apa “dzikir”mu? Itulah yang akan terucap; 
  • Nyari intan itu di tempat intan jangan di selokan. Bisa jadi ada intan di selokan, mungkin jatoh, tapi jarang. Udah jarang, kita musti kotor-kotoran kemudian membersihkannya lagi; Dan masih banyak lagi, ikutan deh ^^

Sebuah nasehat dari Aa Gym :
"Pemimpin itu sedikit dari yang dipimpinnya. Orang sukses itu lebih sedikit dari yang tidak sukses. Orang yang bersedekah banyak itu lebih sedikit dari yang bersedekah sedikit. Orang juara itu lebih sedikit dari yang tidak juara. Dst. Jadi, silahkan putuskan mau jadi yang sedikit atau yang banyak? Mau jadi orang biasa atau luar biasa? Namun satu hal yang jelas, tiada sukses tanpa kerja keras.”

Oleh Miming Murti Karlina
Posted by Unknown On 16.33 No comments READ FULL POST
Pekan pertama
Ada yang berbeda saat sore hari berkumpul dan persiapan apel. Biasanya saat diklat ada lebih dari 100 santri dan saat Diktuktih pekan ini 12 akhwat dan kurang lebih 15 ikhwan. Sangat jauh berbeda suasananya. Pelatih saat diklatpun ikut jadi peserta Diktuktih bersama kita. Lalu siapa pelatih saat Diktuktih? Abah sama Pak Hendra langsung turun. Beda feel, walaupun gregetnya belum dapet. Mungkin karena pekan pertama, masih penyesuaian. I  have fun. But ...You know, I know that, Da'wah is a hard fight.
Tapi aku benar-benar baru merasakannya hari ini.
Pertama kalinya aku ditanya taukah aku konsekuensi da'wah?
Berkomitmenkah aku untuk meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk da'wah ini?
Benarkah saat urusan da'wah ini berbenturan dengan urusanku yang lain, aku mampu lebih mempriorotaskan da'wah di atas urusan lain?

Aku berpikir panjang, terasa beratnya di pundakku namun aku tak ingin mundur. Saat kukatakan Ya dengan lantang, aku bahkan tak yakin aku benar-benar mampu maksimal ke depannya, tapi kubisikkan pada hatiku, I WILL.



Kalian lihat foto-fotonya?
He, ini saat kami makan malam di hari Sabtu.
I get many things in SSG and i hope i can give so many too for this way.
Mereka adalah saudara-saudara seperjuanganku.
Dan saat apel sore penutupan di hari Ahad, kami dipersaudarakan.
Me-T Atik P ^^

Catatan-catatan kecilku saat diktuktih:
- Jadi pelatih itu gak pernah berhenti berproses atau berlatih. Tidak ada pelatih yang cukup berlatih sekali, lalu bisa jadi pelatih sampai akhir.
- Sekarang ini, saat masih muda ini, investasi sebanyak-banyaknya. Ada pelatihan ini itu, ikuti!
- Keberhasilan pelatih itu bukan seberapa hebat dia, tapi seberapa hebat orang berhasil dilatihnya. Seperti guru dan siswa. Guru yang berhasil bukan guru yang pintar dan bisa mengerjakan soal-soal tapi guru yang berhasil mengajari siswanya dan menjadi manusia hebat.
- Pelatih itu harus kaya ilmu.

- Pelatih itu tentang memantaskan diri. Sering-sering bertanya pada dirimu, sudah pantaskah kau disebut pelatih? Bagaimana sikap, ucapan, cara mu berjalan, dll. Bayangkan pelatih seperti apa kamu di mata peserta yang kamu latih.


Oleh Miming Murti Karlina
Posted by Unknown On 16.06 No comments READ FULL POST

Sabtu, 15 Februari 2014

Tak ada yang sia-sia di dunia ini, apalagi menyangkut sesuatu yang baik-baik, pun ketika kita dengan sangat terpaksa untuk menjalaninya, ogah-ogahan, mau kabur saja. Sepakat atau tidak, seringkali ini yang terjadi di hidup. Ah, entah ini hanya hidupku atau hidup kalian juga, sahabat. Maka, mohon izinkanlah saya bercerita tentang kisah ini. Semoga bisa jadi pelajaran buat kita bersama, hikmah yang dipetik sama-sama.

Ditodong buat jadi panitia yang sebenarnya tidak kuharapkan sama sekali, rasa-rasanya membuat hatiku tak terima. "Aku harus fokus! Kuliah is number one! Prioritas datangnya aku di kota ini." Tekadku saat itu. Tak mau lagi terlalu sibuk mengurusi "dunia luar". Malam itu iseng-iseng saja kuikuti rapat. Tapi kenapa aku??? Kenapa musti aku yang ditunjuk? Seketika semua rencanaku untuk beberapa hari ke depan berhamburan, perlu disusun rapi lagi, menyesuaikan yang di atas dan di bawah. Kubayangkan dosen waliku yang pasti berang dengan keadaan ini. "Fokus fa! Fokus!" Terngiang kata-kata beliau.

Tapi, kawan, kuceritakan kepadamu bahwa sungguh, semua itu ada hikmahnya. Inilah mungkin yang dinamakan "takdir Ilahi sedang berlaku". Bukankah semua berjalan atas rencanaNya? kehendakNya? Pun ketika saya memang harus ada di sini, kembali belajar dari orang-orang super yang kontribusinya sungguh besar untuk sesama, walau keterbatasan di sana sini tak membuat mereka berhenti untuk memberi, mengusahakan semua yang mereka bisa, untuk kebaikan. Lantas, saya jadi malu sendiri.

Pagi itu yang rencananya kujadwalkan untuk belajar, tak sempat terealisasi. Pasalnya kewajiban lain menanti, survei lokasi. Awalnya, kabur adalah pilihan yang paling menggiurkan, apalagi tahu kalau yang lain juga tak begitu excited. Ya, bukankah kita punya kesibukan sendiri-sendiri? Kenapa saya sok sekali, menambah kesibukan seperti ini? Yang lain tak begitu peduli, kenapa saya harus?

Maka, jam 6 pagi, seraya menarik nafas panjang berharap segumpal rasa tak rela itu segera lenyap, kulangkahkan kaki menuju tempat berkumpul. Tahu bahwa akhwat yang berangkat hanya berdua, kembali membuat hatiku layu. Maka, kupikir mungkin dhuha akan kembali memekarkannya. Kalau dunia ini tak mendukung, aahh..semoga Allah tetap Ridha dengan apa yang kami lakukan ini, apa yang kami usahakan.
"Nikmati fa...nikmati...! Anggap saja kau sedang refreshing, berjalan-jalan ke tempat baru. Bukankah itu yang kau butuhkan? Kau sukai?" Kubujuk hatiku saat merenung di mesjid kala itu. "Ya, tersenyumlah! Dan tunggu saja, semesta akan ikut tersenyum padamu. Cemberut, tak terima, dan segunung perasaan tak baik itu hanya akan membuatmu mendapat NOL dari yang sudah kau kerjakan, padahal yah, kau sudah mengorbankan yang lain untuk ini. Kau rela? Sudah terpaksa, nihil pula yang kau bawa pulang ke akhirat? Merugilah kau!" Kataku pada diri sendiri. Bersyukur, semangat itu akhirnya muncul lagi satu-satu.

Naik angkot ke jalan yang tak pernah kami jamah bersama, ini mengasyikkan. Sesuatu yang baru lagi kami (saya dan teh Aul) peroleh. Di dalam angkot seorang ibu dengan suka rela menerangkan perihal jalan yang kami tuju, tersenyum manis saat turun lebih dulu. Ibu yang satunya lagi (kami ber 4 di dalam angkot) malah jadi curhat, kami dapat petuah gratis, "Neng, kalau mau ke daerah yang belum dikenal mah musti sering-sering nanya ke orang-orang. Ibu juga begitu (sambil menerawang, semangat sekali tampaknya). Ibu nih yah, 4 bersaudara, kakak dan adik-adik ibu sering protes, mereka kan pada takut kalau keluar-keluar rutenya belum tahu, "Kenapa berani bener jalan-jalan g tahu tempat?" katanya. Yah, ibu bilang saja, "Kan bisa nanya." Malah dengan begitu, ibu tahu jalan-jalan ke sini ke sana. Banyak pengalaman. Jadi neng mah, g usah takut-takut, yang penting intinya g malu untuk bertanya!" Kurang lebih begitu celoteh si ibu yang membuat saya manggut-manggut. Hm, sepertinya memang harus berani mencoba, toh semua hal di dunia ini bermula dari asas coba-coba, lalu tahu, kenal, kemudian menjadi kebiasaan, cinta ^_^

Singkat cerita sampai di lokasi, saya bertemu dengan 2 alumni SSG salah satu sumber ilmu saya hari itu. Teh Rindi dan Teh Ina, dua-duanya angkatan 19. Kami bercerita banyak hal, yang walau singkat, point-pointnya nacep kuat di hati saya, menyadarkan kembali bahwa, "Hai! Kita memang punya kebutuhan pribadi, punya kesibukan seabrek-abrek untuk dikerjakan demi kemajuan diri, tapi...di samping itu, kita tak boleh kehilangan jiwa sosial. Justru, sering memberi manfaat, berbuat untuk orang lain akan membuat hidup kita lebih bahagia ketimbang hanya sibuk memupuk talenta diri sendiri, memakmurkan milik pribadi."

Kau harus tahu sahabat! Teh Ina hanya lulusan SMA, yang entahlah beliau berhasil menyelesaikan jenjang itu atau tidak. "Pendidikan terakhir : SMA." Begitu yang tertulis di papan informasi guru TK Tarbiyatul Akhlaq. Dan teh Rindi, hanya sampai tingkat Tsanawiyah, kelas 2, karena keterbatasan ekonomi yang mengharuskan beliau harus ikhlas tak ikut pendidikan formal layaknya orang lain. Tapi....kau harus tahu juga saudara! Kedua teteh ini adalah contoh pemudi bangsa yang keren! Kau harus lihat dan dengar sendiri ceritanya dari beliau-beliau, bagaimana dari awal mereka membangun TK ini bersama Bunda Yeni (ibu kepala sekolah). Berjuang meski banyak betul kendalanya. Tekad mereka sudah bulat. Membuat madrasah yang tak hanya membina kecerdasan intelektual anak, tapi juga spiritual. Subhanallah...

Tugas mereka bukan cuma ini, mereka punya keluarga, punya suami dan anak. Punya tugas rumah tangga pastinya. Tapi, sempat-sempatnya mereka luangkan waktu untuk "anak orang", mendidik generasi penerus bangsa ini, memberi pengenalan dan pemahaman terhadap agama kita. Jangan tanya soal gaji! Aku pun tak berani menduga, karena memikirkan bahwa di TK ini, tempat yang sekarang, musti disewa 7 juta pertahun, sedang halamannya 2 juta. Bukan harga yang murah kan?

Sempat, ada gonjang-ganjing masalah lokasi mengajar, ada oknum-oknum yang seakan kurang berkenan bila tempatnya digunakan untuk madrasah. "Ini jadi masalah besar waktu itu." Kata Bunda Yeni. "Kami harus pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sempat pula anak-anak di sini saya pindahkan belajar di rumah saya. Untungnya sekarang Alhamdulillah bisa dapat tempat ini, walau memang semi wakaf." Katanya lagi.
"Entah mengapa ada saja sebagian orang di sini seperti kurang pemahamannya tentang pentingnya madrasah, malah saya yang sekarang ngajar ngaji sekitar 70 anak musti di kontrakan juga. Kontrakan itu kecil, jadi, tak mungkin saya ajar semuanya dalam waktu bersamaan, maka saya bagi-bagi jadwalnya. Belum lagi yang kalau hujan, kontrakan itu ya banjir. Ah, kasihan anak-anak itu. Padahal mereka semangat sekali untuk belajar. Waktu itu, pernah hujan deras, guntur menggelegar keras, saya kira mereka tak bakalan datang, tapi ternyata mereka datang, hujan-hujanan dengan jas hujan." Teh Rindi bercerita.

Terlepas dari permasalahan yang ada di wilayah ini, pelajaran hari itu memang terkesan simple saja, mungkin juga orang-orang di sekitar kita sering melakukannya. Tapi, kita seperti kurang memperhatikan, kurang peka. Maka saat ada moment begini, bertemu dengan orang baik lagi, diceritakan tentang kisah mereka yang gigih untuk mewujudkan kebaikan. Membuat aku merasa diingatkan lagi, "Hai! Lihatlah orang-orang ini! Meski tak seberuntung kita yang bisa memperoleh kesempatan dapat pemahaman dari orang-orang pintar di tempat yang namanya kampus, tapi kontribusinya melebihi anak-anak kampus."

Pun kau harus tahu kawan, mengapa mereka punya tekad yang kuat untuk menyelenggarakan tabligh akbar di wilayahnya. Usut punya usut, ternyata karena didorong oleh keprihatinan terhadap ukhuwah yang merenggang di antara warga, pengurus mesjid, dan perangkat kemasyarakatan lainnya. Keprihatinan yang memunculkan usaha yang tak pantang menyerah, meski sekali lagi kendali banyak betul, tak dapat izin di sana sini. Kurang didukung.

Kita sama-sama sadar bukan? Bahwa ukhuwah itu penting sekali untuk dibina. Adalah landasan kokohnya berdirinya suatu kemasyarakatan yang aman, damai, dan tentram. Tapi, seringkali ini menjadi tak penting ketika kita semua sibuk dengan urusan pribadi, seperti tenggelam dalam dunia "aku" saja, ya, diri sendiri. Tak peduli orang lain mau baik atau tidak, tak peduli orang mau keliru atau tidak, tidak peduli orang bisa dapat ilmu atau tidak. Kita seringkali tak peduli sesama.

Dan beruntungnya, kita masih punya orang-orang seperti 2 teteh cantik ini, yang cantik paras dan akhlaknya. Orang-orang yang masih peduli meski yang lain menutup mata, orang-orang yang masih peka meski yang lain tidak merasa, orang-orang yang masih berpikir untuk memajukan meski yang lain enggan menyumbang pikiran, orang-orang yang masih berusaha untuk menyatukan meski yang lain seakan ingin merenggang.

So, untuk menciptakan kebaikan yang menjamur di dunia, yuk sama-sama kita berkenalan dengan orang-orang demikian, berguru tentang banyak hal. biar hidup kita juga tidak melulu tentang kita saja.

Inilah salah satu diantara begitu banyak "buah hikmah" yang kubawa pulang dari survei kemarin. Aha! Ngomong-ngomong soal survei, rasanya ini bukan hanya survei lokasi, tapi juga jadi survei hati, seberapa kerdilnya hati kepunyaanku dibanding hati-hati yang dimiliki oleh orang-orang shalehah pembangun umat seperti mereka.
Hah...intropeksi diri lagi. Terima kasih teteh-teteh cantik!
Eh, tak lupa pula Jazakumullahu khairan katsiran buat oknum-oknum yang membuat saya "terpaksa" untuk nyemplung ke kegiatan ini. Kalian menjadi salah satu perantara pelajaran sampai ke ana. ^_^

dari kiri itu ada anak magang, sy lupa namanya, hehe. trus sampingnya teh Ina (biru batik)
bunda yeni (kerudung ungu), teh nova (biru-biru), teh Rindi (pink),
eh ada teh Raesa juga (yg belum sempat diceritakan dalam cerita kali ini) ^_^


*cerita ini terbit atas izin dari 2 teteh super ini ^_^

Oleh : Rifa'atul Mahmudah
















Posted by Unknown On 19.39 5 comments READ FULL POST

Selasa, 11 Februari 2014

"Kalian yang berada di sini pasti pada punya "masalah", jadi mau daftar SSG, haha...ya kan?" Kurang lebih demikian pertanyaan pelatih siang itu, yang lebih mirip pernyataan, tak perlu dijawab, dan serempak bikin kami peserta diklat saling berpandangan senyum-senyum seakan mengiyakan kebenarannya, pun denganku.

Coz, That's right! Cerita ini memang bermula dari masalah yang saya alami. Masalah pribadi, masalah saya dengan diri sendiri.

Boring, kusebut itu demikian. Suatu perasaan yang ngeganggu banget dalam kisahku. Yang bila ada cara ampuh untuk mengusirnya jauh-jauh ke kutub utara sana, tempat yang tak penah kusinggahi, maka segera saja kudepak, huusss...huuusss!!! Berharap ia tak pernah kembali.

Awal kuliah di tempat baru yang begitu santai, berasa di pantai sedang melambai-lambai menghadirkan rasa itu. Walau, kata dosen, teman dan sebangsanya, "Itu sih masih awal saja, nanti-nanti juga bakalan sibuk sampai g ada waktu buat yang lain." Tapi, beberapa minggu bagiku lama....sekali untuk kekosongan grasak-grusuk, bersibuk-sibuk. Hanya diam di kost-an membuatku merasa seperti makhluk tiada guna, walau mungkin memang hanya perasaan lebay saja.

Nulis, curhat lewat ketikan, dan kegiatan serupa pun seperti tak bernyawa lagi. Bagaimana tidak, bila aku hanya bercerita tentang aku saja. G asyik bangettss!! Hee..

Untuk mengusir rasa tak nyaman itu, sempat kulayangkan beberapa lamaran kerja. Tapi, karena dengan berbagai alasan, salah satunya yang entah beneran tidak sesuai dengan waktu kosong atau memang sengaja tidak disesuaikan saja, membuatku tidak merespon semuanya, saat akhirnya ada panggilan dari tempat ngelamar. Lucu memang, dan terkesan plin-plan. Tapi begitulah, entah mengapa selalu ada yang kurang sreg di hati, tak gembira dengan kabar itu, maka kutinggalkan. Bukankah hati harus senang terlebih dahulu untuk membuat hati orang lain senang? Jadi pikirku begitupun dengan kerjaan, berlapang hati itu penting, untuk menikmati hidup. Maka atas keputusan ini, berujunglah aku pada status "Mahasiswa Pengangguran", mahasiswa yang cuma kuliah doank.

Beberapa hari setelahnya, terus saja aku move on. Yang pada saat bersamaan teman-teman kuliah yang dulu mengabarkan berbagai kerjaan mereka kini, dan ya, mereka sudah mengangkasa tinggi meninggalkan bumi. Sedang aku masih bergelut dengan rasa penasaran dengan kegiatan tambahan yang bisa nempel, klop di hati.

Di bagian search-nya Mbah Google akhirnya kuketik "komunitas kemasyarakatan bandung", berharap kegiatan seperti inilah yang bikin hati semakin adem, selain tentunya jadwal bisa disesuikan dengan kuliah yang sering ngedadak. Ada beberapa jenis nama yang muncul. Ngebaca profilnya, dan setelah dicocok-cocokkan dengan jadwal kuliah, hati dan pikiran, maka terpilihalah 2 opsi: Sebuah komuitas yang bergerak di bidang ngajar anak-anak dan meningkatkan budaya baca, serta Santri Siap Guna Daarut Tauhid (SSG DT). Sayangnya, kedua kegiatan ini jadwalnya berbaregan, tiap Sabtu-Minggu. Akhirnya karena harus memilih, dengan berat hati, saya putuskan untuk vakum dulu di komunitas itu saat baru bergabung 3 pekan, memilih untuk fokus ke SSG. Sadis dan menganak tirikan mungkin, tapi itulah pilihan. Tak bisa kita mengambil banyak hal untuk dikerjakan bersamaan, bila merasa tak maksimal, dampaknya bisa lebih buruk daripada menegaskan untuk meninggalkan.

Dan aku pun tak mengerti pilihan semacam apa ini? Atas dasar apa? Hanya saja hatiku terasa lebih condong ke kegiatan yang tak tahu akan seperti apa, yang tak pernah kudengar ceritanya dari siapa pun ini.

Sabtu cerah ceria, pagi itu katanya masa pra diklat telah dimulai. Baru saja berbaris beberapa lama, telinga dan hati kami sudah dicokoli dengan kata-kata "Pantang Mengeluh!" Ketika tumit rasanya lunglai, gemeteran, g sanggup lagi untuk tegap berpijak. Lalu "Hadapi, Hayati, dan Nikmati", merupakan tantangan tersendiri yang di hidup biasanya tak sadar maupun sadar ingin lari dari kenyataan, mengganti hal-hal yang tidak kita senangi, pun kita tahu kalau itu baik. Belum lagi "Pantang Kotor Hati" yang aahhh...akankah aku bisa? 

Seminggu setelahnya, masa diklat tiba. Baris-berbaris kembali membuatku keringat dingin, seperti waktu jaman sekolah dulu, aku memang tak tahan berdiri lama, seakan tubuh menjadi ringan, ingin jatuh terhempas saja ke bumi, nempel di lantai, tak sadarkan diri. Tapi, kata pelatih, Pantang Menyerah!" Maka kukuatkan diriku. Sok tegar, ngelihat yang lain bisa, aku tak mau kalah. Jadilah di tengah pelatih memberi arahan ini dan itu, aku malah sibuk berkutat dengan diri sendiri, membujuk segenap organ untuk menyadarkanku, memaksa kaki untuk berdiri tak lunglai, menarik napas panjang berkali-kali berharap perasaan ini segera lenyap, memperdengarkan hati, "Sebentar lagi, ayolaaahhh...! Hanya tinggal beberapa menit lagi! Pasti bisa!" Dan berujung pada usainya baris-berbaris itu. Alhamdulillah lega... ^_^

Namun, kisahku dengan si baris-berbaris tak hanya sampai di situ. Minggu-minggu berikutnya hal serupa terjadi. Sungguh tak nyaman, dan haii! Para peratih seakan tak melihat wajah-wajah gelisah, keringatan, dan pucat pasi kami, berdiri tetap memakan durasi yang panjang. Kami? Ya kami, karena ternyata bukan hanya aku yang lelah dengan ritual ini. Kegelisahan terlihat jelas dari gerakan-gerakan tambahan yang tercipta, plus wajah kusut peserta lain yang mengisyaratkan tanya, "Kapan ini berakhir?" Beberapa malah jatuh pingsan.

"Sikap duduk, mulai!" Ketika kalimat itu mengaung di antara barisan kami, sambutan "Alhamdulillah" yang harus kami ucapkan benar-benar kata syukur yang muncul dari dasar hati. Hmm..yang namanya perjuangan mungkin memang akan selalu begini, menyenangkan di akhirnya. Semakin terasa berat, maka ketika usai, nikmatnya semakin luar biasa. Ini sama persis saat sedang puasa, berbuka merupakan kenikmatan tiada tara.

Berlelah-lelah, berpegal-pegal, bercucuran keringat hanya merupakan proses untuk akhirnya dapat merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, yang benar-benar full dari hati. Mungkin demikian yang ingin disampaikan para pelatih, pikirku. Maka rasa-rasanya, dari sinilah tunas-tunas cinta itu mulai tumbuh satu-satu. Membuatku semakin penasaran akan hikmah apa saja yang dapat diperoleh dari tempat ini, kegiatan beginian. Dan juga tak kalah ingin tahunya aku dengan orang-orang yang berada di sini, mengapa mereka lebih memilih ikut dalam kegiatan yang kata orang "Ngapain? Bikin cape' aja! Nyiksa diri!".

Oleh Rifa'atul Mahmudah
Posted by Unknown On 15.12 2 comments READ FULL POST
PROGRAM PESANTREN SABTU-AHAD

SANTRI SIAP GUNA DAARUT TAUHIID ANGKATAN KE-27

Sebuah rangkaian kegiatan yang mempelajari wawasan dasar keislaman disertai pembentukan karakter menuju pribadi berkarakter BAKU (BAIK DAN KUAT) Ikhlas, Jujur, Tawadhu, Disiplin, Berani, Tangguh, mengenal diri dan Rabb-Nya. InsyaAllah...

Pelaksanaan Program:
Berlangsung selama 12 pekan atau 3 bulan, setiap Sabtu-Ahad
1. Hari Sabtu, pukul 15.00-22.00 WIB
2. Hari Ahad, pukul 05.00-16.30 WIB

Pendaftaran:
s/d 28 Februari 2014

Pra Diklat:
8 - 9 Maret 2014

Pelaksanaan Diklat:
15 - 16 Maret 2014

Camping / Pelantikan:
29 Mei - 1 Juni 2014

Materi:
1. Al Quran
2. Diniyah
3. Manajemen Qolbu
4. Spiritual Motivation
5. Leadership
6. Mental Entrepreneur
7. Team Building
8. Beladiri
9. Outdoor Activity

Persyaratan:
1. Usia 15 - 35 tahun
2. Mengisi formulir pendaftaran (download di http://bit.ly/FormSSG)
3. Menyerahkan pas foto berwarna 2x3 (2 lembar)
4. Menyerahkan fotokopi identitas (KTP/KTM/SIM)

INVESTASI
INFAK SEBESAR RASA SYUKUR
Kecuali fasilitas dan biaya pelantikan

Investasi dapat ditransfer ke rekening Bank BNI Syariah 99 00 99 556 a.n. Yayasan Daarut Tauhiid - SSG
(mohon fax bukti transfer ke 022-2005132 atau email bukti transfer ke ssgdt@daaruttauhiid.org atau konfirmasi ke 081 320 220 556 atau datang langsung ke Sekretariat Santri Siap Guna)

Pusat Informasi Santri Siap Guna:
- Website: ssgdt.daaruttauhiid.org
- E-mail: ssgdt@daaruttauhiid.org
- PIN BB: 27 BAA C07
- Telepon: (022) 70 000 556
- HP: 081 320 220 556
Posted by Unknown On 02.16 No comments READ FULL POST

Senin, 10 Februari 2014

TEKAD KEHORMATAN DAARUT TAUHIID

1. Kehormatan kami adalah menjadi muslim jujur dan terpercaya sampai mati

2. Kehormatan kami adalah menjadi muslim bertanggung jawab, menepati janji, setia dan tahu balas budi

3. Kehormatan kami adalah hidup menjadi pejuang, membela kebenaran dan keadilan, rela berkorban apapun karena Allah semata

4. Kehormatan kami adalah menjadi muslim disiplin, gigih dan ulet, tangguh, pantang mengeluh, pantang menyerah, pantang menjadi beban, pantang berkhianat (3x)

5. kehormatan kami adalah berusaha menjadi muslim berakhlaq mulia dan berhati tulus


Posted by Unknown On 16.31 No comments READ FULL POST
Tema Kegiatan:
"Mengabdi kepada Umat dan Menebar Sejuta Manfaat”



Maksud dan Tujuan:
Adapun tujuan dari kegiatan bakti sosial ini adalah :

1. Tujuan Umum

Terbangunnya kesadaran masyarakat akan indahnya islam secara praktis, yang dimaksud praktis disini adalah kita langsung memberikan contoh pembiasaan yang diajarkan islam  seperti salah satunya adalah menjaga kebersihan.

2. Tujuan Khusus

  • Membagun kesadaran “pembiasan khas Daarut Tauhiid” seperti 5S (senyum, salam, sapa, sopan dan santun), BEBAS KOMIBA (BErantakan-rapihakan, BASah-keringkan, Kotor-bersihkan, MIring-luruskan, Bahaya-amankan) dll.
  • Membangun kesadaran pembinaan anak sejak dini.
  • Membangun kesadaran Cinta Masjid dengan pemenuhan fasilitas masjid dan rutin diadakannya majlis ta'lim.
  • Membangun kesadaran cinta ilmu dengan cara menyumbangkan beberapa buku untuk dijadikan taman baca.

Adapun untuk waktu dan tempat pelaksanaan adalah:
Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 12 s.d 15 Desember 2013
Lokasi Kegiatan:
Wilayah RT 03/13 Desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung

PESERTA KEGIATAN
Peserta Kegiatan dalam acara Bakti Sosial ini adalah seluruh warga RT 03/13 Desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung, mulai dari kalangan anak-anak sampai dengan dewasa.

Kegiatan Bakti Sosial Santri Siap Guna Angkatan ke 26 di Wilayah Tegalega telah melibatkan seluruh anggota SSG-DT 26 Wilayah Tegalega, para pelatih pendamping dan alumni SSG-DT Wilayah Tegalega. Agenda kegiatan Bakti Sosial ini terdiri dari kegiatan utama sebagai berikut :

1. Ta’lim, meliputi :
    a. Ta’lim anak-anak

    b. Ta’lim muslimah




    c. Pengembangan kreatifitas anak-anak


2. Kerja Bakti bersama warga, meliputi :
Pembersihan lingkungan sekitar RT 03/13
 
Pembersihan Masjid dan Pengadaan Penerangan Masjid
 
 
Pengadaan Pengairan Masjid
3. Bazar Murah

4. Pentas Seni

SUSUNAN KEPANITIAAN 
Penaggung jawab:
1. Jufri Junaedi
                2. Fauziah Nur Alipah

Ketua Panitia:
Asep Saefullah

Wakil Ketua:
1. Muhammad Muhajir
                2. Ulfah Zakiyah

Sekertaris:
1. Rizqy Nurhaqy
                2. Yunita Yustikasari

Bendahara:
1. Agus Juhaeri
                2. Rifa’atul Mahmudah

Sie Acara:
1. Riyan Nur Rohim
2. Shofyan Ariantho
3. Rizki Handanil 
4. Evi Rahayu Khoirunnisa
5. Yosi Tri Gantini 
  6. Erti Nurmaya Sari

Sie Dana Usaha:
1. Ma'ruf Hasanudin  
2. Uswatun Nisa 
3. Raesa Mita 
4. Yuyun Yuningsih 

Sie Publikasai & Dokumentasi:
1. Indra Irawan
2. Gustian Santoso 
3. Silviani Yunistia 
4. Agni Isfa Maulina 
5. Aknes Junianis 

Sie Logistik:
1. Kasdiyudin
2. Aam Munawar
3. Rakhmat 

Sie Konsumsi:
1. Saepul 
2. Dineu Silvina Nur Fadhilah
3. Desnawati 

Cat:
Kegiatan Khidmat ini InsyaAllah akan terus berlangsung dengan menitikberatkan pada pembangunan dan pembinaan masyarakat di wilayah tersebut. 
Posted by Unknown On 08.06 No comments READ FULL POST

Kamis, 06 Februari 2014

Minggu ke-5, inilah moment SSG yang saya tunggu-tunggu. Yah, para peserta SSG angkatan 26 jalan malam menuju kota cimahi. Awalnya mustahil dengan kondisi yang kurang sehat ditambah membawa tas seberat 5 kg. Tapi, setelah mendapat materi dari bapak training bahwa apapun masalahnya jika anda bisa, kita bisa, pasti semua bisa karena Allah selalu bersama-mu.

Bismillah, jiwa raga ini bergetar menuju jalan ridho-mu. Setelah berazam apapun kondisinya semua urusan hamba hanya bisa pasrah kepada-mu. Innalillahi....Dan saya diamanahkan menjadi dandru ( istilah pemimpin dalam masing-masing kelompok). Hati kecil ini berkata : "Ya rabb, amanah ini sungguh berat. Saya harus menanggungi beban untuk mengawasi anggota khalifah 2 sebanyak 19 orang, jika mereka terluka bahkan hilang, rasanya beban ini semakin berat dan berat untuk dipikul. Tak berhenti-hentinya saya berdoa semoga semua peserta dan para pelatih selalu berada dalam lindungan dan naungan-mu ya rabb...."

Start-nya dimulai dari lapangan berdebu Pesantren Darrut Tauhiid pukul 08.30. "Khalifah Khadijah? Siap...Sikap lari maju, mulai...SSG, Bismillah....". dug, dug, dug!!! Suara baris-berbaris para peserta SSG di malam hari. Gelap, lelah, dingin, takut, haus, lapar itulah yang kami rasakan selama perjalanan. Yang paling memalukan selama di perjalanan, jika saya diamanahkan menjadi pemimpin, rasa egois itu tampak terlihat. Dimulai saat berada di tanjakan endog cimahi, saya meninggalkan anggota khalifah 2 tanpa mengetahui kondisi anggota. Kedua, saat menghitung anggota khalifah 2 saya tak sengaja menginjak kaki salah satu anggota. Ketiga, saat pembagian memberikan minuman, yang selalu didahulukan untuk minum pasti saya lagi. Keempat, selalu memerintah seenaknya ke teh try, seolah-olah teh try adalah ajudan saya (teh try salah satu anggota khalifah 2).

Akhirnya, saya sadari saya ini hanya seorang manusia yang tak memiliki daya dan upaya tanpa bantuan yang maha kuasa. Maafkan hamba ya rabb, saya selalu suudzon kepada mereka yang selalu diamanahkan menjadi dandru dan danton menganggap bahwa mereka tak becus dan bertanggung jawab dalam mengawasi anggotanya. Tapi, hari ini tiba, saat saya berada di posisi seorang pemimpin, semua perkataan saya menjadi doa untuk cara kepemimpinan saya sendiri.

Inilah hikmah yang saya ambil : "Tetap rendah hati dan jangan suudzon terhadap cara gaya kepemimpinan orang lain, sebab seburuk apapun kepemimpinannya, mereka telah berusaha memberikan yang terbaik."

Tetaplah bertumpu kepada Allah, karena Allah-lah penolong yang paling berharga dan berarti bagi semua umat di dunia ini.

By: Melly Lydea
Posted by Unknown On 18.12 No comments READ FULL POST
Visi
“Memberdayakan rizki untuk umat”

Misi
1. Jangka pendek (Melaksanakan usaha untuk penggalangan modal usaha)
2. Jangka menengah (Membuat sebuah tempat usaha / bascame SSG-26.
3. Jangka panjang (Membuat badan usaha / perusahaan berbasis koperasi dan melaksanakan pelatihan di bidang kewirausahaan).

Program Awal
  • Pembuatan pin SSG untuk dijual dan mengumpulkan dana infak (ikhlas karena Allah) / Iuran anggota (tabungan).
  • Pembuatan jaket SSG-26, selanjutnya akan dikoordinir oleh Lumbung Umat dengan menyisihkan keuntungan untuk modal usaha ke depan.
  • Dagang tiap-tiap wilayah BAKSOS dikoordinir oleh danus masing-masing dengan menyisihkan iuran seikhlasnya/ditentukan kepada Lumbung Umat.
  • Menjual jaket dari MAKO SSG, dan distributor sayuran dari ECO PESANTREN.

Program Lanjutan
  • Membuat sebuah layanan usaha di bidang pendidikan seperti BIMBEL, Team Training dan Motivation, dan Pejuang Pengajar TPA
  • Membuat sebuah usaha desain, jasa konveksi dan percetakan
  • Menjual berbagai macam makanan ringan, minuman, herbal, buku, pakaian dan accesories akhwat
  • Menjual perlengkapan yang dibutuhkan oleh SSG-27
  • Memiliki mobil ambulance LUMAT untuk memudahkan membantu korban bencana alam seperti banjir, longsor, gempa dll.
Rencana mobil ambulance lumbung umat SSG DT 26

Penutup
Bismillah, semoga dengan doa dan dukungan sahabat semua, Lumbung Umat ini bisa memiliki sebuah bascame / posko SSG-26 sekaligus tempat usaha dalam badang centra produksi, pelayanan jasa dan penjualan barang, yang diharapkan akan bisa bersumbangsih besar bagi kesejahteraan umat dan membuak ladang usaha baru bagi anggotanya sesuai dengan keahliannya masing-masing, amin.

Info Lebih Lanjut :
Hub. Ikhwan : Rohmat 081807805371
        Akhwat : Melly 085294427630
Twitter : @bpdu_lumat26

Posted by Unknown On 18.01 No comments READ FULL POST

Rabu, 05 Februari 2014

Pagi itu seorang perempuan paruh baya terpekur di halte bus yang reyot. Gurat kecemasan terukir jelas di wajahnya yang kusut. Ia menyandarkan tubuhnya yang terlihat ringkih itu pada tiang yang ada di sisi kiri halte. Aku memperhatikannya dari tadi. Tetapi sepertinya kehadiranku tak mampu mengusik gundahnya lamun yang tengah melandanya. Sebuah bus –yang lebih kelihatan seperti onggokan besar barang rongsokan itu- berhenti. Aku meninggalkan perempuan itu disana sendirian. Di atas bus pikiranku melayang pada sosok wanita yang ku temui tadi. Apa yang tengah menjadi buah pikirannya? pikirku.
* * *

Aku turun dari bus di depan sebuah gerbang bangunan besar. Bangunan itu terletak beberapa meter dari gerbang depannya. Tempat yang setiap hari kudatangi dan kuhuni dari jam tujuh pagi hingga senja menjelang. Sebelum melangkah masuk ke gerbang bangunan itu, aku menghela nafas panjang. “Aku akan tersenyum hari ini, seperti aku tersenyum kemaren, kemaren lusa dan untuk seterusnya.”ucapku lirih pada AKU.
USAHA IKAN TUNA CIK PARMAN. Setelah untuk kesekian kalinya aku melangkah ke gerbang bangunan ini. Nama itu ditulis jelas dengan huruf  kapital yang berukuran besar di selembar papan yang dipakukan pada dua buah bambu. Inilah kantorku – jika tempat seseorang bekerja disebut kantor- maka inilah kantorku.
Sebuah pintu kayu besar berukuran tiga kali tiga meter menghalangi jalanku. Aku meraba-raba isi tas lusuh berwarna coklat tua yang tergantung pasrah di bahuku. Aku mencari kunci. Tetapi aku tidak bisa menemukannya padahal tas itu sudah ku obrak-abrik. Aku mengeluarkan semua isinya. Kunci itu tak juga ketemu.
Hari ini adalah giliranku datang lebih pagi untuk membuka pintu raksasa ini. Jika aku lalai maka Cik Parman tanpa babibu bisa memotong gajiku. Dan itu berarti bencana besar bagiku. Aku segera berlari ke luar gerbang. Berharap ada ojek yang lewat untuk mengantarku pulang. Aku yakin kunci itu pasti tertinggal di rumah.
Beberapa menit berlalu aku tak menemukan ojek. Kulirik jam tanganku, pukul enam lewat tiga puluh lima menit. Sebentar lagi para pekerja akan berdatangan. Sedangkan pintu belum kubuka. Aku mulai gelisah. Tak ada angkutan umum yang lewat di jalan ini selain bus rongsokan yang mengantarku tadi pagi. Karena memang daerah ini terletak agak jauh dari pemukiman. Jalannya pun tak elok. Satu-satunya angkutan yang sampai ke tempat ini hanyalah bus rongsokan yang mengantarku tadi. Bus itu lewat kesini dua kali sehari. Jam enam pagi dan jam empat sore membawa warga kampung yang harus pergi bekerja pagi-pagi ke kota.
 Aku memutuskan untuk meminjam sepeda Dik Tirah. Dik Tirah itu juga bekerja disini. Ia satu-satunya teman baikku. Tempatku berbagi keluh kesah. Rumahnya kira-kira dua ratus meter dari gudang ikan –sebutan tempat ini-. Rumahnya adalah rumah terdekat dari gudang ikan ini. Setengah berlari aku menyusuri jalan yang sudah hampir tujuh tahun ku tempuh setiap hari. Nafasku sesak. Lebih sesak lagi ketika kudapati rumah kayu yang berukuran tak lebih dari empat kali empat meter itu. Aku terkulai duduk di lesehan di depan rumah kecil itu. Aku tak tau lagi harus bagaimana.
Mataku nanar memandang jalan. Dari kejauhan kulihat seorang pria tambun berlari ke arahku.
“Dar..!! Daren..!!” teriaknya memanggil namaku. Tangannya melambai-lambai. Aku berdiri dan berlari mendekatinya.
“Ada apa? Kenapa Abang kesini?” tanyaku.
Ia meraih tanganku dan meletakkan sebuah kunci yang sudah karatan itu di telapak tanganku. “Aku mengantarkan kunci ini.” jawabnya di sela-sela nafasnya yang memburu.
Aku memegang kunci itu dengan tangan kiriku yang sudah basah keringat. Kutatap mata pria yang sudah menjadi buluh perinduku selama lima tahun itu lekat. Aku mengusap keringat di dahinya dan kemudian menggenggam tangannya. Kami berdua berjalan menuju gudang ikan. Meskipun kami jarang berkata-kata karena pahitnya hidup telah menelan kalimat, tetapi dalam angan, jiwa kami senantiasa bersenandung, bercakap-cakap riang. Senandung jiwa muda yang telah menjadi sangat dewasa karena kerasnya hidup.
Aku merasa senang jika berada di dekat pria yang lima hari lagi usianya genap dua puluh tujuh tahun  ini. Angin berhembus menjatuhkan gulir-gulir peluh yang mengalir deras di tubuh kami yang penat. Lima tahun yang lalu kami adalah pasangan muda yang berikrar untuk merentas hidup bersama di usia yang masih sangat dini. Sedangkan umurku terpaut dua tahun darinya. Lima tahun yang lalu kami adalah pasangan muda yang berbahagia dan sampai hari ini semuanya tak berubah. Kami adalah pasangan muda yang bahagia. Batin kami riang meskipun jasad lelah  merenda nasib.
* * *

“Assalamu’alaikum...!!” ucapku ketika memasuki bekas gerbong kereta api yang sudah kusulap menjadi sebuah rumah – tempatku berteduh, tempat suamiku berteduh, tempat anak-anak asuhku bercanda riang -.
Tak ada orang di rumah. Aku pergi ke luar, kulihat sepeda motor butut  suamiku bersandar di sisi gerbong lain. Sudah hampir seminggu sepeda motor butut itu mogok. Orang bengkel tak mau lagi membantu memperbaikinya. Sudah, buang saja barang rongsokan ini. Tak kan bisa di elokkan lagi. Ucap mereka.
Sebenarnya ada tiga gerbong kereta api. Satu gerbong kujadikan rumah. Sedangkan yang dua lagi disulap suamiku menjadi kelas – jika tempat yang digunakan anak-anak untuk belajar disebut kelas-. Masyarakat setempat mengizinkan kami – aku dan suamiku – menempati dan menggunakan gerbong untuk kepentingan anak-anak Kampung Rambutan ini. Siang hari suamiku mengajar anak-anak kampung yang tak mampu bersekolah untuk membaca dan menulis. Anak-anak itu usianya dari enam hingga sepuluh tahun. Bahkan tak jarang juga ada bapak-bapak atau ibu-ibu yang mengikuti kelas ini untuk belajar membaca dan menulis. Sedangkan aku mengajar remaja-remaja yang putus sekolah pada malam harinya. Semuanya cuma-cuma. Tak sepeserpun uang kami minta. Bagi kami, mendidik mereka adalah tabungan. Namun tak kerap orang tua mereka mengantarkan beras atau lauk ketika asap tak lagi mengepul di tungku dapur kami.
“Ayah Budi pergi ke kantor.” Sayup-sayup aku mendengar suara Bang Wahyu dari gerbong sebelah. Rupanya kelas belum bubar. Aku segera masuk rumah, meraih handuk yang tergantung di paku dinding gerbong. Dengan menenteng sebuah ember kecil aku menuruni sebuah jalan setapak menuju sumur kecil di belakang gerbong. Aku mengguyur tubuhku yang anyir karena bau ikan Tuna. Di gudang ikan aku bekerja membersihkan kotoran ikan Tuna yang akan dikirim ke kota. Seharian duduk dihadapan ratusan kilo ikan Tuna dengan tangan bergelimang kotoran ikan, amis dan anyir.
Setelah mandi aku segera menghidupkan tungku. Memasak lauk untuk makan malam. Setelah itu aku terlelap di atas lapisan tebal kardus. Angin sore seakan mendongeng mengantar tidurku yang lelap.
* * *

“Dar..Daren..!!” Bang Wahyu menggoyang-goyang badanku lembut. “Azan maghrib Dik.” ucapnya. Akh..aku ketiduran. Aku segera berwudhu ke sumur dan kembali lagi ke rumah untuk shalat berjemaah dengan tiga orang anak asuhku, Lintang, Alung dan si kecil Pipit yang belum genap lima tahun. Bang Wahyu shalat di surau Uwak Abdul, seperti biasanya.
Selesai shalat aku mengajarkan Lintang dan Alung ngaji irama tartil. Sedangkan Pipit menggelayut manja di pangkuanku. Pipit sudah khatam IQRO’. Abinya – Bang Wahyu- membelikannya Al Quran kecil kemaren. Biasanya Bang Wahyu sudah pulang ketika kami selesai membaca ayat-ayat cinta Sang Khalik. Kemudian Lintang dan Alung menyetor hafalan mereka pada pria yang mereka panggil Abi. Usia Lintang dan Alung tidak terpaut jauh. Hanya beberapa bulan. Dan sekarang usia mereka sudah delapan tahun lebih. Aku sangat bangga pada mereka. Mereka sekarang sudah hafal empat juz.
Shalat isya, kami shalat berjemaah dengan Bang Wahyu. Makan malam seadanya dan kemudian aku ke gerbong sebelah untuk mengajar sampai pukul sepuluh malam. Biasanya anak-anak sudah tidur ketika aku pulang. Sedangkan Bang Wahyu, pasti tengah mengutak-atik jala ikan, menjahitnya jika ada jala yang robek. Suamiku, pria terbaik yang pernah ku temui dalam hidupku. Tak kusangka ia bisa bertahan sejauh ini. Ia rela hidup susah denganku di tempat terpencil ini. Meninggalkan kehidupannya yang berkecukupan di kota. Meninggalkan keluarganya demi aku, Daren.
Daren, gadis sebatang kara yang ditinggal mati kedua orang tuanya ketika sebuah wabah melanda kampungnya. Daren yang tak mau meninggalkan kampungnya, Kampung Rambutan, sebuah kampung terpencil di Pulau Natuna yang terpencil walaupun dipaksa dengan cambuk, walaupun di iming-imingi dengan uang emas. Karena dari dulu ia bertekad melanjutkan perjuangan Abak dan Uminya untuk membangun sebuah sekolah desa di kampungnya. Ia tak akan meninggalkannya dalam keadaan tanpa pendidikan tanpa harapan seperti para putra Natuna yang lebih memilih meninggalkan Natuna setelah sukses di kota.
Daren, gadis gila yang mengasuh tiga orang anak yatim piatu di kampungnya. Daren, gadis yang dicintai suaminya karena hatinya yang tulus. Setulus matahari menerangi bumi. Setulus hujan mengguyur wajah bumi yang sedang kering. Setulus langit menyelimuti dunia. Daren, gadis yang akan memperoleh  nikmat di hari kelaknya di saat anak-anak asuhnya menjadi orang sukses dan memperjuangkan mimpi-mimpinya.
* * *

Pagi-pagi buta aku bangun. Menyiapkan lauk untuk sarapan dan makan siang keluargaku. Dan setelah mengerjakan semua pekerjaan rumahku, seperti biasa aku berjalan setengah kilo ke halte bus kemaren. Dan pagi ini aku kembali melihat perempuan itu. Aku memperhatikannya cukup lama sampai kemudian dia mendekat padaku. “Dar..!!” panggilnya pelan.
Aku kaget. Darimana dia tau namaku.
“Aku pikir umurku tak akan lama lagi.” dia berbicara padaku. Ia menangis. “Aku mohon asuhlah putriku. Aku mohon.” ucapnya lagi.
Aku tak bisa berkata-kata. Ia memegang pergelangan tanganku dan menuntunku ke sebuah gubuk reyot di bawah sebuah jembatan tak jauh dari halte. Aku melihat bayi merah perempuan yang dibalut sembarangan dengan kain bulukan. Perempuan itu menggendong bayi itu kemudian memberikannya padaku. Aku menerimanya. Bayi itu sangat cantik . . . .
sumber : dakwatuna.com
Satu anak asuh lagi. Bukankah ini artinya pintu surga semakin terbuka lebar jika dikau ikhlas, Daren? Memantapkan hatiku, kubisikkan pada bayi merah itu “Namamu Syifa, Nak, jadilah obat bagi banyak orang di masa depanmu nanti.” Dalam hatiku berdoa, ya Allah kehidupanku tak pernah kurang meskipun tidak berkecukupan, cukupkanlah bagi kami reski-Mu ya Allah sehingga kami tegak dan tegar meneruskan perjuangan ini. Dengan langkah mantap, ku berbalik pulang untuk berbenah menyambut keluarga baru kami.

Oleh Miming Murti Karlina

Posted by Unknown On 06.00 No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube