Sore tampak mendung, mungkin sebentar lagi akan hujan, pikirku. Hari itu diklat telah berakhir, namun bagi peserta yang belum mendapatkan “seragam kebanggaan” perjuangan masih berlanjut. Saat yang lain sudah bubar, bergegas pulang ke kediaman masing-masing, kami masih harus menunggu "eksekusi" pelatih.
Magrib tiba, seperti biasa kami bergegas menuju ke mesjid dan berburu shaf paling depan. Alhamdulillah beberapa dari kami bisa menempatinya. Satu jam kami menunggu dengan cemas diiringi dengan nyanyian hujan yang begitu deras, hingga waktu Isya menjelang.
Singkat cerita, setelah shalat kami segera menuju ke Daarul Ilmi. Para pelatih mengintruksikan kami untuk menghafalkan surah Al-Mulk dari ayat 1-10. Namun karena kami belum juga menyelesaikannya hingga batas yang ditentukan, sebagai konsekuensi, akhirnya kami harus menghafal sambil lari, jongkok, guling, push up, loncat, dsb. Jangankan di tengah hujan seperti ini, dalam keadaan biasa saja, untuk menghafal itu sulit sekali rasanya, apalagi ditambah aktivitas fisik lainnya, prasangka negatif mulai muncul.
Saking lelahnya, kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tiba-tiba meluncur begitu saja kata-kata ini dari mulut saya, "Bahwasanya kita hanya makhluk yang diciptakan yang mempunyai berbagai kekurangan dan kesalahan. Jika memang kita tidak bisa menghafalkan 10 ayat yang telah diintruksikan, tak apalah, yang terpenting usaha kita sudah optimal. Kita tinggal berserah diri pada sang Illahi, dan apa yang kita lakukan ini bukan untuk baju, tapi lebih kepada tujuan mengejar Ridho Allah SWT." Kata-kata yang tak tahu dari mana mulanya, mungkin ini yang dibilang menenangkan diri sendiri, lantas berharap yang lain juga merasakan hal yang sama. Setelah itu, kang Rohmat Nurhadi, salah satu saudara kami, memimpin do’a.
Waktu yang begitu indah. Saat hujan begitu deras dan rasa dingin pun melingkupi tubuh tak henti-henti, kami syahdu berdo’a memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah kami perbuat sehingga untuk menghafalkan 10 ayat saja kami kesusahan. Moment yang tidak bisa saya lupakan. Saya berdo’a sambil melihat ke langit, butiran-butiran air hujan turun dengan begitu deras dan begitu indah, tak terasa air mata pun meleleh.
Persaudaraan yang tak bisa terbayar dengan bagaimanapun, kebersamaan yang tak tergantikan oleh apapun. Selanjutnya, semangat kami seakan menggebu-gebu kembali, berusaha menghafal secepat mungkin, sebelum waktu setor tiba. Kami berada dalam satu barisan, dalam satu tujuan dan dalam satu ikatan persaudaraan dan persahabatan yang di landasi keimanan kepada Allah SWT. InsyaAllah..Allahuakbar!
Magrib tiba, seperti biasa kami bergegas menuju ke mesjid dan berburu shaf paling depan. Alhamdulillah beberapa dari kami bisa menempatinya. Satu jam kami menunggu dengan cemas diiringi dengan nyanyian hujan yang begitu deras, hingga waktu Isya menjelang.
Singkat cerita, setelah shalat kami segera menuju ke Daarul Ilmi. Para pelatih mengintruksikan kami untuk menghafalkan surah Al-Mulk dari ayat 1-10. Namun karena kami belum juga menyelesaikannya hingga batas yang ditentukan, sebagai konsekuensi, akhirnya kami harus menghafal sambil lari, jongkok, guling, push up, loncat, dsb. Jangankan di tengah hujan seperti ini, dalam keadaan biasa saja, untuk menghafal itu sulit sekali rasanya, apalagi ditambah aktivitas fisik lainnya, prasangka negatif mulai muncul.
Saking lelahnya, kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tiba-tiba meluncur begitu saja kata-kata ini dari mulut saya, "Bahwasanya kita hanya makhluk yang diciptakan yang mempunyai berbagai kekurangan dan kesalahan. Jika memang kita tidak bisa menghafalkan 10 ayat yang telah diintruksikan, tak apalah, yang terpenting usaha kita sudah optimal. Kita tinggal berserah diri pada sang Illahi, dan apa yang kita lakukan ini bukan untuk baju, tapi lebih kepada tujuan mengejar Ridho Allah SWT." Kata-kata yang tak tahu dari mana mulanya, mungkin ini yang dibilang menenangkan diri sendiri, lantas berharap yang lain juga merasakan hal yang sama. Setelah itu, kang Rohmat Nurhadi, salah satu saudara kami, memimpin do’a.
Waktu yang begitu indah. Saat hujan begitu deras dan rasa dingin pun melingkupi tubuh tak henti-henti, kami syahdu berdo’a memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah kami perbuat sehingga untuk menghafalkan 10 ayat saja kami kesusahan. Moment yang tidak bisa saya lupakan. Saya berdo’a sambil melihat ke langit, butiran-butiran air hujan turun dengan begitu deras dan begitu indah, tak terasa air mata pun meleleh.
Persaudaraan yang tak bisa terbayar dengan bagaimanapun, kebersamaan yang tak tergantikan oleh apapun. Selanjutnya, semangat kami seakan menggebu-gebu kembali, berusaha menghafal secepat mungkin, sebelum waktu setor tiba. Kami berada dalam satu barisan, dalam satu tujuan dan dalam satu ikatan persaudaraan dan persahabatan yang di landasi keimanan kepada Allah SWT. InsyaAllah..Allahuakbar!
Oleh Ari Rahman
0 komentar:
Posting Komentar