Bahwa semakin sering kita merantau, semakin sering kita keluar rumah, semakin banyak mengenal orang, maka akan semakin banyak pengalaman hidup yang kita peroleh. Pun di sini…di SSG, program baksos wilayah Tegalega, aku seperti menemukan keluarga baru lagi. Walau memang awalanya tidak akrab satu dengan yang lain, bahkan cenderung tak kenal. Di desa pacet, banjaran inilah sebuah kisah tertoreh tebal di hati, meski hanya 4 hari, bahkan kurang.
Perjalanan panjang di kamis pagi, yang lumayan melelahkan membawa kita berada di tempat ini, menginjakkan kaki di tanah basah nan becek yang membuat corak unik di sepatu, rok, dan celana. Ah, kerudung dan syal putih kita pun tak luput dari noda-noda coklat cipratan lumpur dari timba sumur di samping mesjid kala itu. Tak kalah lucu, toilet beratap langit, berdinding bambu atau kain seadanya, yang membuat pemandangan dari luar seperti tanpa jeda, live, membuat si penghuni di dalam merasa was-was, dan butuh penjagaan ekstra dari saudara-saudara lain. Haha…
Sepertinya ini memang sudah di setting sedemikian rupa. Terngiang lagunya Ali sastra feat The Jenggots yang “Tuhan tahu kita mampu”, maka mungkin, kitalah orang-orang terpilih itu, orang-orang yang dianggap mampu untuk melakukan banyak hal di tempat ini, tempat dimana saudara(i) kita tinggal dengan fasilitas memprihatinkan.
Kau tahu sahabat? Ini seperti jodoh, kita tak pernah tahu akan seperti apa, dengan siapa dan bagaimana nantinya, tapi…yang dapat kita lakukan hanya meluruskan niat, lalu melakukan yang terbaik yg kita bisa, setelahnya…Allah yang pilihkan. Maka, disinilah aku berada, berkumpul bergandengan di antara akhwat-akhwat tangguh yang selalu ceria dan menyenangkan, berjalan beriringan dengan ikhwan-ikhwan gigih yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Cie..cieee…keren sekali rasanya. ^_^
Walau sudah terbentuk penanggung jawab di setiap list pekerjaannya, pada kenyataanya di lapangan, semua hal yang bisa kita lakukan, maka dilakukan semaksimal mungkin. Si A ngerangkap pekerjaan si B, si B ikut andil dalam pekerjaan si C, si C kesana kemari mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan si D, dan sebagainya, membuat arti saling melengkapi benar-benar ada di sini, di pesaudaraan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Satu kekhawatiran yang sempat terbersit sebelum kegiatan ini dimulai, yaitu dana, berhubung posisi saya sebagai bendahara yang selalu ngupdate data keuangan yang minim kala itu. Proposal sudah dibuat, tinggal mengedarkannya saja. Tapi, rasa-rasanya yang namanya ngajuin proposal perlu tempat yang benar-benar terkait dengan kegiatan ini, merasa ada timbal balik, atau setidaknya kita ada kenalan di tempat itu, biasanya sih begitu. Nah, saya yang terhitung baru di kampus, baru di lingkungan, mungkin benar tidak cocok dengan cara ini. Yang terpikir hanya “memanfaatkan” sahabat-sahabat yang saya punya, barangkali mereka mau berkontribusi, saran ini juga diajukan oleh beberapa teman sesama pejuang baksos. Maka hari itu, saya rangkai sms singkat, padat, dan jelas, berharap ada beberapa teman yang tersentuh untuk bersedekah.
Dan Tedeeeeenggg…..!!! Hanya dalam hitungan menit, berbagai sms balasan muncul, nanyain berapa nominalnya, saya bilang “bahkan 10rb saja cukup”, mengingat banyak yang masih berstatus mahasiswa. Tapi tenyata, keesokan harinya sekitar 2juta 500an terkumpul di rekening saya. Membuat mata berbinar-binar. Seiring dengan itu berbagai ucapan “semoga bermanfaat” terkirim ke ponsel saya, tak kalah heboh, beberapa teman mengirim sms atau chattingan, merasa kecewa tak bisa berpartisipasi karena acara itu akan dimulai besoknya, sedang jarak mereka ke atm lumayan tak terjangkau. Pertengahan bulan juga membuat beberapa hanya bisa mengirim do’a, katanya, tapi tak mengapa, bukankah do’a sudah lebih dari cukup? Semoga Allah meridhai kegiatan ini, dan semoga kalau ada umur dan kegiatan lagi di awal bulan, semuanya bisa berpartisipasi. Lalu juga, semoga nantinya saya tidak lupa mengumumkan peluang sedekah begini, jauh-jauh hari sebelum kegiatan, biar semuanya g kelimpungan nyari atm. Hehe…
Luar biasa sekali saudara-saudariku ini, saya bangga punya kalian. Ini baru baksos kawan, hanya sehari saja, bagaimana kalau berhari-hari, berbulan-bulan kita bersedekah, berapa banyak dana yang akan terkumpul? Ah, saya jadi keinget cita-cita bangun pesantren. Hihi…
Di tempat lain saya tahu, rekan-rekan pejuang baksos juga sama, bekerja lebih giat dari biasanya. Bahkan hampir tengah malam mereka masih sibuk ngurusin proposal, agenda acara, sampai hal-hal kecil dari kegiatan ini. Teringat malam itu, saat saya benar-benar sudah ngantuk, ingin offline saja, tapi ngelihat beberapa saudara yang masih online, ngerjain proposal, saya jadi tak tega tidur sementara si eta masih grasak-grusuk di depan laptop berharap bantuan. Bukankah bila kita bersama semua terasa ringan? 2 kepala lebih baik dari 1 kepala, bukan? Maka malam itu saya ikut meramaikan fb :D
Saudara, begitulah perjuangan, manis diujungnya, bahkan meski terasa getir, selalu ada hikmah yang dapat kita ambil dari usaha yang kita lakukan. Pun dengan kegiatan ini, senyum jelas terpampang nyata tersinggung di bibir kita, bagaimana tidak, bila warga di tempat ini cukup antusias, malah anak-anaknya sampai tak mau pulang ke rumah, saking inginnya belajar. Membuat hati-hati kita merindu untuk kembali ke tempat ini, di mana embun adalah bingkai harapan, cahaya mentari adalah sinar ketulusan, tanah tak beraspal adalah simbol kepolosan, dan jalan yang mendaki adalah alur kemenangan.
Ngomong-ngomong soal jalan, di tempat ini pula, saya baru tahu kalau latihan jalan jauh kita memang sangat bermanfaat. Baru datang, musti ngangkat beberapa mangkok mie bolak-balik dari sebuah warung yang lumayan jauh, sungguh menguras energi, tapi untungnya sudah biasa tadi, maka manja, cling! Hilang seketika! Lagipula saya jadi terhibur dan bersemangat dengan bertemu beberapa orang tua di jalan, yang seakan menikmati gendongan sekarung penuh ubi dan hasil panen lainnya, yang tentu saja bukan barang ringan. Maka merasa tak mau kalah, peluh pun tak terasa menetesnya.
Part yang tak kalah seru adalah saat bernegosisi tempat tinggal dengan penduduk setempat, ada Ibu RW, ibu RT dan ibunya ibu RT. Hihi…hal ini menjadi tidak mudah, pasalnya mereka dengan Bahasa sunda kental yang sepertinya sudah mendarah daging di kehidupan sehari-hari, selalu lepas kontrol mengulang-ngulang Bahasa yang sepenuhnya tidak kumengerti itu, meski beberapa kali kuingatkan “punten bu, saya bukan orang Sunda, jadi rada g ngerti bahasa Sunda” hehe...mereka tetap saja bercuap-cuap yang akhirnya beberapa partnya terdengar “triiiiiiiiiiittttttt….” (Seperti kuis yang tak terjawab, tak kumengerti). Maka daripada si ibu merasa g dihargai kujawab “muhun-muhun” saja. Berharap si muhun berdampak baik. Dan terbukti, kami dapat tempat terbaik di sana, di rumah ibu imas dan pak ‘au ‘iban (pake’ ‘ain. Hehe), ibu dan bapak RT. Untungnya juga saya tak sendiri, salah seorang rekan, akhwat sunda selalu menemani. Syukran ^_^
Rumah hanya untuk akhwat, sedang ikhwan harus bersabar tidur di mushallah, coz pemilik rumah yang akan mereka tempati sedang sakit. Kasihan sih, g enak, khawatir juga sama saudara-saudara ini, mana udara desa memang dinginnya minta diampunin. Tapiiii…….berhubung saya yakin sekali kalau ikhwan-ikhwan ini mampu melaksanakan tekad kehormatan yg bunyinya “rela berkorban apapun karena Allah semata”, maka tak jadi masalah. Ah, saya hanya bisa ikut berdo’a untuk semuanya, semoga segala ketidaknyamanan ini diganti menjadi pahala, ridhaNya. Biarlah di dunia kini kita tinggal, tidur, dan beraktivitas di tempat yang tidaknyaman, asal di akhirat nanti kita punya tempat tinggal, bisa tidur, dan beraktivitas dengan damai, di surga. Aamiin.. ^_^
N then...semakin kesini saya baru tahu, bahwa ini benar-benar jodoh yang membahagiakan, dipertemukan dengan orang-orang super yang banyak kontribusinya bagi sesama, ada yang aktivis, relawan, pengusaha, pekerja giat, mahasiswa cerdas, penghafal, guru, dll. Wuuuiiiiiiiiihhh…Subhanallah…!
Semua orang di wilayah baksos masing-masing akan merasa wilayahnya yang terTOP, yang terKeren, yang terBaik, dan ter-ter lainnya. Tapi bagi saya, bertemu, berkenalan, berkumpul, dan bersaudara dengan akhwat,ikhwan di wilayah Tegalega adalah suatu anugerah terindah yang penah kumiliki (jadi pengen nyanyi, hihi). Dan semoga ukhuwah ini tetap tejalin hingga di akhir nanti kita bertemu lagi di jannah-Nya. Aamiin.
Perjalanan panjang di kamis pagi, yang lumayan melelahkan membawa kita berada di tempat ini, menginjakkan kaki di tanah basah nan becek yang membuat corak unik di sepatu, rok, dan celana. Ah, kerudung dan syal putih kita pun tak luput dari noda-noda coklat cipratan lumpur dari timba sumur di samping mesjid kala itu. Tak kalah lucu, toilet beratap langit, berdinding bambu atau kain seadanya, yang membuat pemandangan dari luar seperti tanpa jeda, live, membuat si penghuni di dalam merasa was-was, dan butuh penjagaan ekstra dari saudara-saudara lain. Haha…
Sepertinya ini memang sudah di setting sedemikian rupa. Terngiang lagunya Ali sastra feat The Jenggots yang “Tuhan tahu kita mampu”, maka mungkin, kitalah orang-orang terpilih itu, orang-orang yang dianggap mampu untuk melakukan banyak hal di tempat ini, tempat dimana saudara(i) kita tinggal dengan fasilitas memprihatinkan.
Kau tahu sahabat? Ini seperti jodoh, kita tak pernah tahu akan seperti apa, dengan siapa dan bagaimana nantinya, tapi…yang dapat kita lakukan hanya meluruskan niat, lalu melakukan yang terbaik yg kita bisa, setelahnya…Allah yang pilihkan. Maka, disinilah aku berada, berkumpul bergandengan di antara akhwat-akhwat tangguh yang selalu ceria dan menyenangkan, berjalan beriringan dengan ikhwan-ikhwan gigih yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Cie..cieee…keren sekali rasanya. ^_^
Walau sudah terbentuk penanggung jawab di setiap list pekerjaannya, pada kenyataanya di lapangan, semua hal yang bisa kita lakukan, maka dilakukan semaksimal mungkin. Si A ngerangkap pekerjaan si B, si B ikut andil dalam pekerjaan si C, si C kesana kemari mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan si D, dan sebagainya, membuat arti saling melengkapi benar-benar ada di sini, di pesaudaraan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Satu kekhawatiran yang sempat terbersit sebelum kegiatan ini dimulai, yaitu dana, berhubung posisi saya sebagai bendahara yang selalu ngupdate data keuangan yang minim kala itu. Proposal sudah dibuat, tinggal mengedarkannya saja. Tapi, rasa-rasanya yang namanya ngajuin proposal perlu tempat yang benar-benar terkait dengan kegiatan ini, merasa ada timbal balik, atau setidaknya kita ada kenalan di tempat itu, biasanya sih begitu. Nah, saya yang terhitung baru di kampus, baru di lingkungan, mungkin benar tidak cocok dengan cara ini. Yang terpikir hanya “memanfaatkan” sahabat-sahabat yang saya punya, barangkali mereka mau berkontribusi, saran ini juga diajukan oleh beberapa teman sesama pejuang baksos. Maka hari itu, saya rangkai sms singkat, padat, dan jelas, berharap ada beberapa teman yang tersentuh untuk bersedekah.
Dan Tedeeeeenggg…..!!! Hanya dalam hitungan menit, berbagai sms balasan muncul, nanyain berapa nominalnya, saya bilang “bahkan 10rb saja cukup”, mengingat banyak yang masih berstatus mahasiswa. Tapi tenyata, keesokan harinya sekitar 2juta 500an terkumpul di rekening saya. Membuat mata berbinar-binar. Seiring dengan itu berbagai ucapan “semoga bermanfaat” terkirim ke ponsel saya, tak kalah heboh, beberapa teman mengirim sms atau chattingan, merasa kecewa tak bisa berpartisipasi karena acara itu akan dimulai besoknya, sedang jarak mereka ke atm lumayan tak terjangkau. Pertengahan bulan juga membuat beberapa hanya bisa mengirim do’a, katanya, tapi tak mengapa, bukankah do’a sudah lebih dari cukup? Semoga Allah meridhai kegiatan ini, dan semoga kalau ada umur dan kegiatan lagi di awal bulan, semuanya bisa berpartisipasi. Lalu juga, semoga nantinya saya tidak lupa mengumumkan peluang sedekah begini, jauh-jauh hari sebelum kegiatan, biar semuanya g kelimpungan nyari atm. Hehe…
Luar biasa sekali saudara-saudariku ini, saya bangga punya kalian. Ini baru baksos kawan, hanya sehari saja, bagaimana kalau berhari-hari, berbulan-bulan kita bersedekah, berapa banyak dana yang akan terkumpul? Ah, saya jadi keinget cita-cita bangun pesantren. Hihi…
Di tempat lain saya tahu, rekan-rekan pejuang baksos juga sama, bekerja lebih giat dari biasanya. Bahkan hampir tengah malam mereka masih sibuk ngurusin proposal, agenda acara, sampai hal-hal kecil dari kegiatan ini. Teringat malam itu, saat saya benar-benar sudah ngantuk, ingin offline saja, tapi ngelihat beberapa saudara yang masih online, ngerjain proposal, saya jadi tak tega tidur sementara si eta masih grasak-grusuk di depan laptop berharap bantuan. Bukankah bila kita bersama semua terasa ringan? 2 kepala lebih baik dari 1 kepala, bukan? Maka malam itu saya ikut meramaikan fb :D
Saudara, begitulah perjuangan, manis diujungnya, bahkan meski terasa getir, selalu ada hikmah yang dapat kita ambil dari usaha yang kita lakukan. Pun dengan kegiatan ini, senyum jelas terpampang nyata tersinggung di bibir kita, bagaimana tidak, bila warga di tempat ini cukup antusias, malah anak-anaknya sampai tak mau pulang ke rumah, saking inginnya belajar. Membuat hati-hati kita merindu untuk kembali ke tempat ini, di mana embun adalah bingkai harapan, cahaya mentari adalah sinar ketulusan, tanah tak beraspal adalah simbol kepolosan, dan jalan yang mendaki adalah alur kemenangan.
Ngomong-ngomong soal jalan, di tempat ini pula, saya baru tahu kalau latihan jalan jauh kita memang sangat bermanfaat. Baru datang, musti ngangkat beberapa mangkok mie bolak-balik dari sebuah warung yang lumayan jauh, sungguh menguras energi, tapi untungnya sudah biasa tadi, maka manja, cling! Hilang seketika! Lagipula saya jadi terhibur dan bersemangat dengan bertemu beberapa orang tua di jalan, yang seakan menikmati gendongan sekarung penuh ubi dan hasil panen lainnya, yang tentu saja bukan barang ringan. Maka merasa tak mau kalah, peluh pun tak terasa menetesnya.
Part yang tak kalah seru adalah saat bernegosisi tempat tinggal dengan penduduk setempat, ada Ibu RW, ibu RT dan ibunya ibu RT. Hihi…hal ini menjadi tidak mudah, pasalnya mereka dengan Bahasa sunda kental yang sepertinya sudah mendarah daging di kehidupan sehari-hari, selalu lepas kontrol mengulang-ngulang Bahasa yang sepenuhnya tidak kumengerti itu, meski beberapa kali kuingatkan “punten bu, saya bukan orang Sunda, jadi rada g ngerti bahasa Sunda” hehe...mereka tetap saja bercuap-cuap yang akhirnya beberapa partnya terdengar “triiiiiiiiiiittttttt….” (Seperti kuis yang tak terjawab, tak kumengerti). Maka daripada si ibu merasa g dihargai kujawab “muhun-muhun” saja. Berharap si muhun berdampak baik. Dan terbukti, kami dapat tempat terbaik di sana, di rumah ibu imas dan pak ‘au ‘iban (pake’ ‘ain. Hehe), ibu dan bapak RT. Untungnya juga saya tak sendiri, salah seorang rekan, akhwat sunda selalu menemani. Syukran ^_^
Rumah hanya untuk akhwat, sedang ikhwan harus bersabar tidur di mushallah, coz pemilik rumah yang akan mereka tempati sedang sakit. Kasihan sih, g enak, khawatir juga sama saudara-saudara ini, mana udara desa memang dinginnya minta diampunin. Tapiiii…….berhubung saya yakin sekali kalau ikhwan-ikhwan ini mampu melaksanakan tekad kehormatan yg bunyinya “rela berkorban apapun karena Allah semata”, maka tak jadi masalah. Ah, saya hanya bisa ikut berdo’a untuk semuanya, semoga segala ketidaknyamanan ini diganti menjadi pahala, ridhaNya. Biarlah di dunia kini kita tinggal, tidur, dan beraktivitas di tempat yang tidaknyaman, asal di akhirat nanti kita punya tempat tinggal, bisa tidur, dan beraktivitas dengan damai, di surga. Aamiin.. ^_^
N then...semakin kesini saya baru tahu, bahwa ini benar-benar jodoh yang membahagiakan, dipertemukan dengan orang-orang super yang banyak kontribusinya bagi sesama, ada yang aktivis, relawan, pengusaha, pekerja giat, mahasiswa cerdas, penghafal, guru, dll. Wuuuiiiiiiiiihhh…Subhanallah…!
Semua orang di wilayah baksos masing-masing akan merasa wilayahnya yang terTOP, yang terKeren, yang terBaik, dan ter-ter lainnya. Tapi bagi saya, bertemu, berkenalan, berkumpul, dan bersaudara dengan akhwat,ikhwan di wilayah Tegalega adalah suatu anugerah terindah yang penah kumiliki (jadi pengen nyanyi, hihi). Dan semoga ukhuwah ini tetap tejalin hingga di akhir nanti kita bertemu lagi di jannah-Nya. Aamiin.
Oleh Rifa'atul Mahmudah